Aktivis lingkungan berunjuk rasa di Kantor Bupati Serang, Banten, 12 Oktober 2015. Dalam aksinya mereka mengecam pemerintah terkait pembunuhan Salim Kancil dan meminta peerintah untuk menutup penambangan pasir ilegal di Banten. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
TEMPO.CO, Surabaya - Menjelang sidang Salim Kancil yang dilaksanakan pada hari ini, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur dan beberapa tim advokasi penolak tambang lainnya akan mengadakan aksi teatrikal. Aksi tersebut rencananya akan dilakukan pagi ini di depan Pengadilan Negeri Surabaya.
“Kami sudah menyiapkan 30 orang,” kata koordinator tim aksi, Rere Christianto, Kamis, 18 Februari 2016.
Rencananya, mereka akan mempertunjukkan aksi teatrikal dengan judul Hidup Bersama Pasir. Rere menggambarkan aksi teatrikal nantinya ada gambaran masyarakat yang mengandalkan hidupnya dengan pasir. Kemudian, masyarakat itu memohon kepada dewi keadilan yang membawa timbangan untuk menindak orang-orang yang merebut pasir mereka. Sebab, menurut Rere, penambangan pasir secara ilegal tidak hanya merusak sumber daya alam, tapi juga ruang hidup bagi warga.
Selain treatrikal, mereka akan membacakan pernyataan dan harapan dalam persidangan. Harapan tersebut adalah menuntut sidang berjalan adil, mendorong masyarakat untuk ikut mengawasi, dan aksi solidaritas untuk Salim Kancil. Selain itu, Rere menambahkan, tim advokasi sendiri sudah menyiapkan 15 orang untuk mengawasi jalannya persidangan dari awal sampai akhir.
Anggota Humas Pengadilan Negeri Surabaya, Efran Basuning, mengatakan tidak ada pengamanan khusus dalam persidangan Salim Kancil. Persidangan akan berjalan seperti biasa. Pengadilan sendiri sudah menyiapkan dua ruangan besar untuk sidang Salim Kancil.
Sebelumnya, Kepolisian Daerah Jawa Timur menetapkan 36 tersangka dalam kasus pembunuhan aktivis tambang ini. Dua di antaranya anak-anak di bawah umur sehingga masih berada di Lumajang. Sedangkan sisanya ditahan di Markas Polda Jawa Timur sejak 21 Januari lalu.
Salah satu dari 36 berkas perkara merupakan berkas terdakwa Hariyono, Kepala Desa Selok Awar-awar, yang akan disidangkan esok hari. Hariyono diduga menjadi aktor intelektual pembunuhan Salim Kancil dan pengeroyokan Tosan, rekan Salim. Dia juga diduga melakukan tindak pidana penambangan ilegal di Pantai Watu Pecak.
Hariyono sempat mengikuti sidang kode etik pelanggaran polisi sebagai saksi. Tiga polisi terbukti menerima uang dari Hariyono. Selain itu, dalam kesaksiannya, Hariyono menyebutkan beberapa pejabat Lumajang yang mendapatkan aliran dana dari penambangan ilegal yang ia lakukan.
Kasus pembunuhan Salim Kancil dan penganiayaan Tosan terjadi pada Sabtu pagi, 26 September 2015. Dua warga Desa Selok Awar-awar itu menjadi korban penyiksaan lebih dari 30 orang propenambangan pasir di Pantai Watu Pecak.
Salim Kancil ditemukan tewas di jalan dekat makam desa setempat setelah sebelumnya sempat dijemput dari rumahnya dan disiksa di Balai Desa. Sedangkan Tosan mengalami luka-luka serius serta sempat menjalani perawatan dan operasi.