TEMPO.CO, Jakarta - Presiden keenam Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, menanggapi isu proyek kereta cepat Jakarta-Bandung melalui sebuah video pada kanal pribadinya di YouTube, yang disiarkan sejak 5 Februari lalu. Video berdurasi 17 menit 24 detik itu adalah edisi perdana dari program “SBY Peduli dan Isu-isu Terkini” di YouTube.
“Saya mengikuti (berita soal kereta cepat). Termasuk pro dan kontra yang ada di kalangan masyarakat,” kata SBY, yang berbatik cokelat dan berkacamata dengan bingkai berwarna senada. Ia lantas menjawab pertanyaan-pertanyaan pembawa acara Ni Luh Putu Caosa Indryani berikutnya.
Menurut SBY, wajar jika proyek itu mengundang kontroversi dari masyarakat. Ia mengatakan anggaran proyek ini mencapai Rp 76 triliun. Meski tidak diambil dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, kata dia, hakikatnya itu uang rakyat. “Biayanya besar sekali dan berdampak pada apa yang akan terjadi pada Jakarta-Bandung khususnya, dan kegiatan sosial-ekonomi di sana,” ujarnya.
SBY juga membandingkan dengan pembangunan infrastruktur pada masa kepemimpinannya. “Selama sepuluh tahun, ratusan keputusan strategis saya buat,” tuturnya. Misalnya, membangun proyek infrastruktur dan transportasi. Menurut dia, kebijakan yang ditetapkan pemerintah selalu mengundang pro dan kontra, polemik, dan setuju-tidak setuju.
“Jadi, menurut saya, tidak luar biasa kalau proyek pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung mengundang polemik dan kontroversi,” ucapnya. SBY mengatakan pemerintah tidak perlu berkecil hati menanggapi kontroversi itu karena ia juga mengalaminya.
Saat ditanya soal apa pentingnya kereta cepat dibangun, SBY menjawab diplomatis. Dia mengatakan sebenarnya sudah ada jalur cepat Jalan Tol Cipularang, jalur Puncak Jakarta-Bandung, atau menggunakan pesawat udara. Namun bisa jadi kereta cepat ini diperlukan karena lebih cepat. “Ini bukan hanya diperlukan atau tidak. Ada tidak benefit-nya?”
SBY juga mengatakan pemerintah harus bersedia mendengar dan memberikan penjelasan kepada rakyat. Menurut Ketua Umum Partai Demokrat itu, perlu transparansi dan akuntabilitas pemerintah. Terkait dengan penggunaan anggaran, dia setuju kalau rakyat, pers, atau pengamat dan lembaga swadaya masyarakat menjadi pengawas.
“Daripada ceroboh ingin cepat-cepatan, yang penting segera dibangun, kemudian kedodoran di situ. Malah jadi temuan BPK, masalah KPK, suatu saat,” ujar SBY. “Ingat pelajaran di waktu yang lalu.”
REZKI ALVIONITASARI