Siswa-siswi Berhitung: 3, 2, 1, dan Ambruklah Sekolah Mereka
Editor
Bobby Chandra
Senin, 8 Februari 2016 04:29 WIB
TEMPO.CO, Subang - Tiga ruang kelas SMPN 3 Pagaden, Subang, Jawa Barat, yang berlokasi di Desa Jabong, Kecamatan Pagaden, ujug-ujug roboh, Ahad, 7 Januari 2016, pkl 09.30. Tak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut, tapi siswa tiga kelas yang biasa belajar di ruangan yang ambrol tersebut dipastikan tak akan bisa masuk kelasnya lagi buat kegiatan belajar-mengajar.
Berdasarkan pemantauan Tempo di lokasi kejadian menunjukkan, tiga ruang kelas yang ambrol tersebut terdiri atas ruang kelas VIII D, VIII E dan VII A. Seluruh bagian atap yang terbuat dari konstruksi baja ringan dan genting itu ambruk. Hanya tinggal tembok pembatas ruang kelas saja yang masih kelihatan berdiri agak kokoh.
Ada pun kondisi ruangan kelas VII B yang berdampingan dengan ruang kelas VII A, meski masih terlihat utuh tetapi bagian atapnya sudah terlihat doyong ke kanan dan bagian tembok pembatas kanannya sudah retak-retak. Terhempas angin besar, bisa jadi ambrol juga. Buat mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan, ketiga ruangan yang ambrol tersebut, saat ini, di pasangi garis polisi.
Wulan D.J, siswi SMPN 3 yang pada saat detik-detik kejadian sedang melakukan kegiatan ekstra kurikuler pramuka di lapangan basket yang hanya berjarak lima meteran dari lokasi ruangan yang roboh, mengatakan, dia dan puluhan temannya sempat mendengar suara berderak pada bagian atap ruang kelas yang runtuh tersebut.
"Lalu, kami iseng-iseng menghitung mundur: tiga, dua, satu...lalu bruuuuk...ketiga ruang kelas itu pun ambruk," kata Wulan, sambil tersenyum. "Tapi, alhamdulillah tak satu pun anak-anak yang celaka akibat ambruknya ruang kelas tersebut."
Kepala Sekolah, SMPN 3 Pagaden, Dani Topani, mengatakan, ambruknya tiga ruang kelas sekolah tersebut dimungkinkan akibat usia bangunan sudah tua dan akibat terus diguyur hujan lebat dan angin kencang. "Bangunan tersebut didirikan pada 1994 melalui proyek Basis Education Project (BEC)," kata Dani.
Tapi, kalau bagian atapnya yang berkonstruksi baja ringan dan genting dilakukan pada 2014. Ia bersyukur karena ketika peritiwa ambruknya bangunan sekolah tersbut proses belajar-mengajar sedang libur. "Alhamdulillah," katanya. Agar proses belajar mengajar anak-anak tidak terganggu, pihaknya akan memberlakukan sistem penggemukan. "Artinya, yang semula per kelas diisi 30 anak, sekarang jadi 40 anak."
Kepala Bidang Pendidikan Menengah Kabupaten Subang, Hery Sopandi, mengatakan, hasil penelitian sementara, amrbrolnya tiga ruangan kelas tersebut akibat usia bangunan sudah lapuk. "Terlihat dari kondisi pondasi dan tembok dinding sudah tampak rapuh," ujarnya. ebab itu, harus segera dilakukan penghapusan semua. "Artinya, bangunan harus direhab total," ujarnya.
Ia memprediksikan, dana yang dibutuhkan Rp 500 jutaan. Anggarannya segera diajukan ke Pemkab Subang. Sumber dananya, mungkin bisa diambil dari dana tak terduga kebencanaan 2016. Karena musibah ini disebabkan bencana alam. Dan perlu penanganan sesegera mungkin, supaya proses belajar-mengajar anak-anak tidak terganggu terlalu lama.
NANANG SUTISNA