Peningkatan Pemberantasan Korupsi Baru 0,02 Persen
Reporter
Editor
Senin, 20 Februari 2006 09:04 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: TASIKMALAYA- Pemberantasan korupsi bukan hanya sekedar hitam di atas putih dalam kitab undang-undang tapi harus didukung dengan tindakan. Jika kedua hal ini dilakukan secara bersama-sama maka pemberantasan korupsi akan berjalan sesuai dengan harapan bersama. Hal ini diungkapkan oleh Eka Soesanto Tjepto, Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi, Minggu. "Kedua hal tersebut harus saling mendukung, jika salah satu pincang maka pemberantasan korupsi hanya sebatas slogan," ujar Tjepto dalam acara dialog publik dengan tema Membangun Tasikmalaya Bebas Korupsi di Hotel Surya Tasikmalaya.Menurut Eka, akibat yang ditimbulkan oleh prilaku korupsi telah berpengaruh pada gagalnya proses politik dan lingkungan sosial masyarakat. Jika budaya korupsi tidak segera dihilangkan maka kemajuan bangsa yang menjunjung tinggi demokrasi akan terhambat. Eka menegaskan bahwa korupsi mencul akibat keserakahan dan kebutuhan dengan adanya peluang untuk melakukan korupsi.Menurut catatan Eka, pada tahun 2004 Indonesia menempati peringkat ke-14 di dunia sebagai negara terkorup. Sementara untuk tingkat Asia, Indonesia justru lebih memprihatinkan di mana menempati urutan pertama. Kondisi ini seharusnya menjadi cambuk bagi pemerintah dan rakyat Indonesia untuk bersama-sama memerangi persoalan korupsi. Eka melihat bahwa perilaku korupsi sudah ada dari lingkungan yang paling kecil seperti pembuatan SIM atau KTP. Jika hal sekecil ini sudah dianggap maklum oleh masyarakat maka ke depan untuk pemberantasan korupsi tidak akan berjalan dengan baik.Mengenai usaha pemberantasan yang dilakukan oleh pemerintah dianggap kurang maksimal karena infra strukturnya masih sangat memprihatinkan. Menurut Eka dari empat elemen yang berhubungan langsung dengan persoalan penyelesaian korupsi secara hukum masih bermasalah. Hakim di Indonesia dari 6.178 orang, 95 persen di antaranya bermasalah. Sementara jaksa di Indonesia mencapai 54,4 persen, polisi 68,2 persen dan pengacara 61,2 persen bermasalah."Jika kondisinya seperti ini bagaimana kita akan mempercepat mengembalikan Indonesia menjadi negara yang bebas korupsi," ujar Eka yang mengutip hasil kajian Coruption Perseption Indeks (CPI) tersebut. Meskipun demikian, menurut Eka, kita masih bisa berharap karena penanganan kasus korupsi naik 0,02 persen dari dugaan korupsi yang ditangani.Rambat Eko