Seorang anak warga eks Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) berada dalam bus setelah turun dari KRI Teluk Bone 511 di Dermaga JICT 2, Tanjung Priok, Jakarta, 28 Januari 2016. Setelah itu, pemerintah daerah wajib mengambil para pengungsi yang ditampung, baik di Taman Wiladhatika maupun di Wisma Haji Cibubur. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
TEMPO.CO, Bandung - Pemerintah Provinsi Jawa Barat berencana menuntaskan masalah nasib mantan anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) asal Jawa Barat. Gubernur Provinsi Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan akan membantu mengurus masalah transmigrasi bagi mantan anggota Gafatar yang masih ingin merantau.
"Tahun ini Jawa Barat punya jatah transmigrasi yaitu 200 kartu keluarga lebih kami akan data siapa diantara mereka yang mau transmigrasi akan kita urus-urus," kata Aher kepada wartawan seusai melakukan tinjauan mantan anggota Gafatar di Balai Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, Jalan Amir Mahmud, Kota Cimahi, Jumat, 29 Januari 2016.
Selain itu, kata dia, bagi mantan anggota Gafatar yang akan dipulangkan menuju daerahnya masing-masing, akan tetap dikawal dan dibantu proses pengembaliannya. Saat ini, terdapat sekitar 195 orang mantan anggota Gafatar yang tengah menjalani penyuluhan di Wisma penampungan sementara Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat.
"Kemudian yang pulang ke kampung halamannya akan diterima oleh masyarakat setempat dan pasti diterima masyarakat seperti sedia kala, kitapun akan ayomi dan layani mereka dengan baik," kata dia.
Mantan Sekertaris Gafatar Dewan Pimpinan Kabupaten Tasikmalaya, Bahrul Ulum, 31 tahun, mengatakan masih bingung ihwal nasibnya kedepan. Dia beserta keluarganya baru sekitar 2 bulan pergi merantau menuju Kalimantan Barat. Wajah lusuhnya menyiratkan kalau Bahrul masih belum memiliki rencana kedepan.
"Kami sebetulnya sudah nyaman disana (Kalimantan Barat) tapi pasrah lah mau bagaimana lagi kami dipulang paksa sama pemerintah," kata Bahrul saat ditemui Tempo di wisma penampungan.
Dia berkisah, sebelum melakukan eksodus bersama keluarganya menuju Kalimantan Barat, awalnya dia ditawari oleh rekannya sesama mantan anggota Gafatar yang telah dulu merantau ke Kalbar. Kemudian, guna bisa memperbaiki perekonomiannya, dia beserta keluarga akhirnya memutuskan untuk mencari peruntungan di tanah Borneo.
"Ya saya bertani disana, kami MoU (Memorandum of Understanding) sama warga sana yang punya lahan, kami 20 orang garap 4 hektar persawahan, baru aja selesai tandur 2 hektar, eh udah disuruh pulang," katanya.