Kepala BNN, Komjen Budi Waseso bersama Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro memasukkan sabu ke dalam tabung filter air di kantor BNN, Jakarta Timur, 20 Oktober 2015. TEMPO/Friski Riana
TEMPO.CO, Banyuwangi - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso, mengatakan kalau BNN telah menyita tiga ton sabu dari para bandar sepanjang 2015. Dari jumlah yang disita itu, BNN mengklaim telah menyelamatkan nyawa jutaan orang.
"Sebab biasanya satu gram sabu-sabu dikonsumsi lima orang," kata kata Budi Waseso di Pondok Pesantren Darussalam Blokagung, Banyuwangi, Jawa Timur, Senin 11 Januari 2016.
Namun, kata dia, sabu-sabu yang disita BNN tersebut hanya 20 persen dari jumlah narkoba yang beredar di Indonesia. "Dengan kondisi geografis Indonesia seperti ini, narkoba dengan mudah diselundupkan," katanya.
Dari segi pemakai, Budi Waseso, menjelaskan jumlahnya meningkat dengan drastis sepanjang 2015. Bila per Juni pemakai narkoba mencapai 4,2 juta orang maka per November angkanya meningkat hingga 5,9 juta jiwa.
Bahkan 30-40 orang meninggal tiap harinya karena narkoba. "Seperti kata Presiden, Indonesia darurat narkoba," katanya.
Ada tiga faktor yang menyebabkan Indonesia menjadi negara tingkat penyalahgunaan narkobanya tertinggi di Asean. Pertama karena rendahnya pemahaman masyarakat tentang bahaya narkoba, ketidakpedulian dari pihak terkait serta penegakan hukum yang belum membuat efek jera.
Oleh karena itu, Budi mengajak semua pihak termasuk pondok pesantren agar terlibat dalam pemberantasan narkoba. Sebab saat ini santri juga menjadi sasaran para bandar narkoba.
Mafia narkoba, kata dia, juga membidik bocah TK dan SD melalui makanan dan minuman yang dimasuki zat adiktif. "Sekarang ada narkoba estetis yang harganya lebih murah dan beredar di perguruan tinggi," kata dia.