Api sisa kebakaran hutan masih menyala di luar kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, 1 November 2015. Pemerintah masih belum mengeluarkan daftar perusahaan yang terlibat dalam pembakaran hutan. Ulet Ifansasti/Getty Images
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan akan mengajukan banding dan melakukan eksaminasi atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Palembang yang menolak gugatan pemerintah terhadap PT Bumi Mekar Hijau (BMH) dalam kasus pembakaran hutan.
"Akan kami siapkan dalam minggu ini,” ujar Direktur Penyelesaian Sengketa Lahan dan Perdata KLHK Jasmin Ragil Utomo kepada Tempo, Senin, 4 Januari 2016.
Ragil mengatakan sedang menunggu hasil putusan dari Pengadilan Negeri Palembang untuk menyiapkan berkas banding. Berkas putusan juga dibutuhkan guna melakukan eksaminasi untuk mengkaji putusan majelis hakim yang dipimpin Parlas Nababan itu secara menyeluruh dan filosofis. Menurut dia, dalam pekan ini, berkas putusan itu dijadwalkan keluar dan segera bisa dikaji.
Ragil juga mengaku ingin mengkaji dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan hakim Parlas saat memutuskan perkara ini. Jika ditemukan dugaan kontroversi, KLHK tidak segan melaporkan hal itu ke Komisi Yudisial.
Secara internal, Ragil memastikan pemerintah juga melakukan evaluasi. Ke depan, KLHK berencana melengkapi bukti yang lebih kuat dan melihat celah untuk menjerat pelaku pembakar hutan. “Kami akan berkaca dari hasil putusan kali ini.”
Ragil membantah tudingan pemerintah menyodorkan bukti yang lemah dan tak serius dalam menjerat tersangka pembakar hutan. Menurut dia, semua bukti perkara ini telah lengkap. Ada titik koordinat lahan yang terbakar, titik panas kawasan kehutanan, dan sampel kerusakan.
Semua bukti itu dimentahkan hakim Parlas saat sidang pada Rabu, 30 Desember 2015. Menurut Parlas, pembakaran hutan bukan termasuk tindak perusakan alam. “Karena kehilangan keanekaragaman hayati tidak dapat dibuktikan,” ucapnya. Dengan putusan itu, PT BMH tak perlu membayar ganti rugi senilai Rp 2,6 triliun yang dituntut negara.