UMK Tertinggi, Pengusaha Karawang Terpaksa PHK Karyawan
Editor
Nunuy nurhayatiTNR
Jumat, 18 Desember 2015 15:49 WIB
TEMPO.CO, Karawang - Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Karawang Ahmad Suroto mengatakan, sepanjang 2015, ada 3.000 buruh menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Ia mengatakan pengusaha kelimpungan membayar gaji buruh akibat penetapan upah di Kabupaten Karawang dinilai terlalu tinggi dibanding daerah lain.
"Saat ini, UMK Karawang tercatat tertinggi di Indonesia, yaitu mencapai Rp 3,3 juta mengalahkan kota besar, seperti Jakarta atau Surabaya," ujar Suroto saat ditemui di Lapangan Karangpawitan, Jumat, 18 Desember 2015.
Terhitung 1 Januari 2016, UMK Kabupaten Karawang menjadi Rp 3.330.500. UMK Kabupaten Karawang menjadi yang tertinggi di Jawa Barat, sementara UMK Kabupaten Pangandaran Rp 1.324.620, menggeser Ciamis sebagai daerah dengan UMK terendah tahun ini.
Suroto mencatat, sejak awal Desember 2015, ada sekitar 650 pekerja yang menganggur karena PHK dan dua perusahaan gulung tikar. "Dua perusahaan itu adalah PT Anton Texstile dan PT Hebel. Perusahaan itu melaporkan kalau mereka sudah tidak beroperasi lagi sejak awal bulan ini. Dari dua perusahaan ini, ada 350 karyawan menjadi pengangguran. Sedangkan satu perusahaan lagi mem-PHK karyawannya sebanyak 300 orang," ujarnya
Hal senada juga dikatakan Didin Bihlaludin, Kepala Seksi Pelayanan Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Kabupaten Karawang. Ia mengatakan puluhan pabrik yang berada di luar kawasan industri terancam tidak berfungsi.
“UMK Karawang naik mencapai Rp 3,3 juta. Dikhawatirkan, investor yang berada di zona industri merelokasi tempat usahanya dan bangunan yang sudah ada tidak bisa dijual karena izin untuk industri tidak bisa dikeluarkan,” kata Didin saat dihubungi lewat telepon.
Menurut Suroto, banyaknya PHK yang terjadi selama 2015 merupakan dampak dari situasi ekonomi yang tidak kondusif sehingga perusahaan melakukan efisiensi dengan cara melakukan PHK sebagai jalan keluar menutup biaya operasional perusahaan.
Selain itu, PHK merupakan akibat adanya perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau perjanjian kerja bersama (PKB) sehingga ketika perusahaan tidak memperpanjang perjanjian, otomatis karyawan itu menjadi pengangguran.
Masalah UMK Karawang yang tinggi juga turut memicu meningkatnya jumlah pengangguran. Ada 14 perusahaan yang sudah hengkang selama 2015. Saat ini, tercatat sekitar 100 perusahaan mem-PHK. Dari 100 perusahaan itu, jumlah karyawan yang di PHK bervariasi. Ada yang lima karyawan dan ada yang mencapai 300 karyawan.
"Dampak UMK juga mulai terasa. Ada beberapa perusahaan yang meminta penangguhan upah. Tapi sejauh ini, yang sudah resmi mengajukan itu baru satu perusahaan," katanya.
Menurut Suroto, upaya pemerintah menekan angka PHK ialah dengan melakukan penangguhan UMK. Namun cara seperti ini kerap mentok karena buruh tetap meminta agar UMK sebesar 3,3 juta dilaksanakan saat ini juga.
"Penangguhan upah bisa disetujui dengan beberapa syarat, salah satunya melihat hasil laporan keuangan perusahaan tersebut. "Tapi, sekurang-kurangya, upah yang diberikan harus sesuai dengan kualitas hidup layak (KHL) yang telah ditetapkan tahun lalu. Tapi hal ini juga kadang tidak disetujui hingga akhirnya perusahaan memilih untuk hengkang," katanya.
HISYAM LUTHFIANA