Tersangka Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara, Ajib Shah tiba sebelum menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, 1 Desember 2015. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Medan - Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa kakak kandung dan keponakan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara nonaktif Ajib Shah di Markas Brigade Mobil Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Kamis,17 Desember 2015. Pemanggilan keduanya diduga terkait dengan status Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho yang sudah menjadi tersangka atas beberapa kasus dugaan korupsi yang ditangani KPK.
Dari daftar nama-nama anggota DPRD Sumatera Utara dan bukan anggota yang diperiksa KPK hari ini yang diterima Tempo, terdapat nama pengusaha H Anif Shah dan Musa Rajek Shah. Anif adalah kakak kandung Ajib. Sedangkan Musa adalah putra Anif sakligue keponakan Ajib. "Saya dan bapak saya memang dimintai keterangan oleh KPK tadi. Hanya bicara seputar Gatot Pujo Nugroho dan kegiatannya sebagai Gubernur Sumatera Utara," kata Musa kepada Tempo.
Musa enggan menjelaskan materi pemeriksaan. "Kami ditanya sekitar satu jam. Kami bukan diperiksa, hanya bicara-bicara saja sekitar satu jam. Tidak ada kaitannya dengan interpelasi kepada Gatot," ujar Musa.
Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Yuyuk Andriati membenarkan pemeriksaan KPK hari ini tidak hanya terhadap anggota DPRD periode 2014-2019. "Ada dua orang swasta yang diperiksa atas nama H Anif Shah dan Musa Rejek Shah," ucap Yuyuk.
Hak interpelasi diajukan DPRD Sumatera Utara terhadap Gatot menyangkut empat hal, yaitu pengelolaan keuangan daerah, penerbitan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 2015, kebijakan pembangunan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, dan etik Gatot Pujo Nugroho sebagai kepala daerah.
Wacana penggunaan hak interpelasi terhadap Gatot menguat pada Maret 2015. Sebanyak 57 dari seratus anggota DPRD membubuhkan tanda tangan untuk mengajukan hak interpelasi.
Namun, pada rapat paripurna 20 April 2015, DPRD menyepakati hak interpelasi batal digunakan. Dari 88 anggota Dewan yang hadir, 52 orang menolak penggunaan hak tersebut, 35 orang menyatakan setuju, dan satu lain bersikap abstain. KPK mencurigai ada sesuatu di balik pembatalan tersebut.
Anggota Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya, Ramses Simbolon, yang diperiksa KPK hari ini mengaku ditanya sikap partainya yang menolak penggunaan hak interpelasi. "Memang awalnya Gerindra mendukung penggunaan hak interpelasi. Tapi 13 anggota Fraksi Gerindra dipanggil Ketua Dewan Pengurus Daerah Partai Gerindra Sumatera Utara, yang menginstruksikan tidak melanjutkan penggunaan hak interpelasi. Sebagai kader partai yang baik, kami melaksanakan perintah DPD Gerindra Sumatera Utara," ujar Ramses kepada Tempo.
Dia juga mengaku ditanya penyidik KPK seputar informasi uang yang beredar saat penggalangan dukungan penggunaan hak interpelasi terhadap Gatot. "Saya katakan kepada penyidik KPK, saya tidak menerima uang apa pun, mulai wacana penggunaan hak interpelasi bergulir hingga dibatalkan," tutur Ramses.