Wartawan Riau Kecam Kekerasan terhadap Jurnalis
Editor
Agung Sedayu
Selasa, 8 Desember 2015 09:21 WIB
TEMPO.CO, Padang - Koalisi Wartawan Anti-Kekerasan Sumatera Barat dan Lembaga Bantuan Hukum Pers Padang menggelar aksi solidaritas atas kekerasan yang terjadi terhadap wartawan di Soppeng, Sulawesi Selatan, dan Riau. Koalisi yang terdiri atas berbagai organisasi wartawan itu melakukan aksi di Markas Kepolisian Daerah Sumatera Barat, Senin, 7 Desember 2015.
Berbagai poster kecaman mereka bentangkan selama aksi. Di antaranya, "Stop Kekerasan terhadap Jurnalis", "Jurnalis Bekerja Dilindungi Undang-Undang”, "Tindak Tegas Polisi yang Brutal", "Jurnalis Bukan Musuh Polisi", "Pecat Polisi Pelaku Kekerasan terhadap Wartawan", dan "Media Freedom is Your Freedom".
Koordinator aksi Koalisi Wartawan Anti-Kekerasan Sumatera Barat, Putra Tanhar, mengatakan, Desember ini, tercatat ada dua kasus kekerasan terhadap jurnalis. Yaitu di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, dan Riau. "Dua kasus tersebut pelakunya berasal dari kepolisian," ujarnya.
Di Soppeng, Sulawesi Selatan, wartawan Tribun Timur, Abdul Azis Alimuddin, dan wartawan Koran Sindo, Jumadi Nurdin, dipukuli Aipda Andi Sadik saat melakukan liputan kampanye akbar di lapangan Gasis. Oknum polisi itu juga mengancam akan membunuh Abdul Azis jika membesar-besarkan peristiwa pemukulan itu.
Sedangkan di Riau, wartawan RiauOnline.co.id, Zuhri Febrianto, dipukul dengan tongkat dan pentungan pada seluruh badan dan kepala serta diinjak-injak oleh beberapa anggota Shabara Kepolisian Resor Kota Pekanbaru saat melakukan peliputan Kongres HMI di GOR Remaja, Riau. Zuhri pun mengalami memar dan luka pada bagian kepala.
Kata Putra, dua kejadian di atas membuktikan masih ada tindakan premanisme anggota kepolisian. Mirisnya, korban adalah wartawan yang secara tegas dilindungi undang-undang ketika melakukan pekerjaan jurnalistik.
Direktur LBH Pers Padang Roni Saputra mengatakan Kapolri Badrodin Haiti harus memproses anggota kepolisian yang menjadi pelaku tindak pidana di Soppeng dan Riau melalui peradilan umum. Meskipun belum ada laporan dari korban, polisi harus segera bertindak karena tindak pidana yang terjadi bukanlah merupakan delik aduan.
"Terhadap pelaku harus dikenai sanksi administrasi dan sanksi disiplin karena telah melakukan tindakan sewenang-wenang di luar perintah undang-undang dan telah mencemarkan nama kepolisian. Sanksi berat berupa pemecatan adalah sanksi yang terbaik untuk dijatuhkan," katanya.
Menurut dia, kepolisian harus menjerat pelaku tindak pidana menggunakan Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Pers dan Pasal 351 ayat 1 jo Pasal 170 KUHP. Sebab, telah terjadi upaya dengan sengaja menghalang-halangi pers melakukan tugas jurnalistik dan dengan sengaja melakukan tindak penganiayaan serta tindak kekerasan terhadap wartawan yang sedang melakukan pekerjaan peliputan.
Koalisi Wartawan juga menyampaikan surat kepada Kapolri Badrodin Haiti melalui Wakil Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat Komisaris Besar Nur Afiah. "Akan kami sampaikan surat ini ke Mabes Polri," tutur Nur Afiah. "Kami juga akan menyelesaikan persoalan hukum pers sesuai dengan UU Pers."
ANDRI EL FARUQI