TEMPO.CO, Bandung - Ribuan pengemudi ojek berbasis aplikasi, Go-Jek, menggelar aksi unjuk rasa di Balai Kota Bandung, Selasa, 1 Desember 2015. Mereka meminta Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menyampaikan aspirasi dan kekecewaan para pengemudi Go-Jek kepada pihak manajemen yang selama ini selalu tertutup.
"Kami punya Kang Emil sebagai Bapak kami. Kami minta Kang Emil menyikapi kekecewaan kami kepada Go-Jek. Kami sudah beberapa kali mediasi dengan manajemen, tapi selalu mentok," kata Sulaiman, koordinator aksi, saat ditemui di Balai Kota Bandung.
Lebih lanjut Sulaiman menceritakan, kekecewaan ribuan pengemudi Go-Jek berawal dari suspend atau skors yang dilakukan pihak manajemen kepada sekitar 17 ribu pengemudi melalui pesan pendek. Alasannya, para pengemudi Go-Jek tersebut dinyatakan telah melakukan order fiktif.
Saat ini, jumlah pengemudi Go-Jek di Kota Bandung mencapai 35 ribu orang. "Kami meminta sistem suspend dibuka (dihentikan) karena itu sangat merugikan buat kami," ujar pria yang akrab disapa Sule itu.
Dampak suspend tersebut adalah para pengemudi tidak dapat menarik dari rekening bank (withdraw) uang hasil jerih payah mereka selama ini. Sedangkan para pengemudi yang terkena suspend tetap harus membayar cicilan smartphone, jaket, dan helm yang diberikan PT Go-Jek Indonesia kepada pengemudi.
"Pemotongan itu tidak wajar dan tidak ada kesepakatan di awal. Kami ini mitra kerja, bukan anak buah, bukan bawahan sesuai dengan kontrak kerja yang berkekuatan hukum dengan disertai meterai," tuturnya.
Selain suspend yang mengakibatkan para driver tidak bisa melayani konsumen, pengemudi yang diskor harus membayar denda dengan besaran berbeda-beda sesuai dengan pesan pendek elektronik yang dikirim Go-Jek Indo.
"Tugas driver adalah menerima order, bukan membuat order fiktif. Kami khawatir ini hanya permainan manajemen," ujarnya.
Sementara itu, perwakilan manajemen Go-Jek Bandung belum bisa dimintai keterangan. Kantor perwakilan Go-Jek di Jalan BKR, Kota Bandung, pun tutup dan dijaga ketat pihak kepolisian.