Aher Minta Daerah Tertibkan Bangunan Rawan Bencana
Editor
Dewi Rina Cahyani
Senin, 30 November 2015 21:09 WIB
TEMPO.CO, Bandung - Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan meminta setiap daerah serius menertibkan hunian di daerah yang rawan bencana. “Ke depan harus ditertibkan. Ada tempat pemukiman liar, kalau pakai izin gak mungkin terbit izinnya. Di kawasan yang belakangnya ada tebing, kan tidak mungkin ada bangunan, tapi seringkali masih ada bangunan,” kata dia di Bandung, Selasa, 30 November 2015.
Aher, sapaan Ahmad Heryawan, meminta aparat pemerintah di desa dan kelurahan untuk tidak membiarkan warga yang bermukim di daerah rawan bencana. “Itu bagian dari mitigasi bencana juga,” kata dia.
Menurut Aher, saat ini semua pihak diminta siaga menghadapi kemungkinan bencana memasuki musim hujan ini. “Siaga bencana tidak hanya dalam arti menyiagakan diri dengan melakukan mitigasi secerpatnya, tapi saat bersamaan menyadarkan masyarakat dari bahaya bencana dengan meminta menghindari tempat-tempat yang rawan,” kata dia.
Kepala Badan Penangulangan dan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat Haryadi Wargadibrata mengatakan, mayoritas daerah yang mengalami bencana di awal hujan sepanjang bulan ini terjadi di daerah rawan. “Berada di daerah rawan yang tidak disiplin tata ruangnya,” kata Haryadi di Bandung, Senin, 30 November 2015.
Haryadi mencontohkan, longsor yang menewaskan seorang warga di Kampung Tagog, Desa Karangmukti, Kecamatan Salawu, Tasikmalaya yang terjadi 25 November 2015. “Bukan saja daerah merah, tapi dilarang, karena membaut rumah dan rumah makan menempel di tebing curam, di marka jalan,” kata dia. Korban tewas akibat longsor atas nama Ujang, 50 tahun, ditemukan Minggu, 29 November 2015.
Menurut Haryadi, bulan November ini bencana alam yang terjadi berkisar pada longsor, pergerakan tanah, hingga angin puting beliung. Sejumlah daerah yang mengalami bencana longsor dan pergerakan tanah di antaranya Bogor, Sukabumi, Tasikmalaya, serta Cianjur. Sementara yang mengalami bencana akibat puting beliung diantaranya terjadi di Bogor, Sukabumi, Cianjur, Serta Garut.
Bencana longsor dan rumah rusak akibat gerakan tanah umumnya terjadi akibat perubahan tata ruang. Haryadi mencontohkan, tiga rumah rusak di tengah Kota Tasikmalaya ternyata berada di atas bekas sungai yang sudah kering, longsor di Cianjur terjadi di lereng perbukitan, kemudian lokasi galian penambangan yang longsor di Sukabumi dan Tasikmalaya. “Kembali ke masalah tata ruang,” kata Haryadi.
Haryadi meminta pemerintah kabupaten/kota mematuhi aturan tata ruangnya. “Tata ruang dan penanganan kebencanaan itu urusan wajib pemerintah kabupaten/kota. Kami di provinsi dan pemerintah pusat akan membantu,” kata dia. “Pengawasan tata ruang harus lebih ketat lagi.”
Menurut Haryadi, BPBD Jawa Barat mencatat korban tewas atas nama Ujang akibat longsor di Tasikmalaya, merupakan satu-satunya korban tewas akibat bencana alam yang terjadi sejak awal November ini. “Saat ini belum memasuki musim hujan. Versi BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) masih angin baratan, masih awal hujan,” kata dia. Sejumlah daerah di kawasan pantai utara Jawa Barat masih melaporkan kekurangan air baku akibat dampak kekeringan.
Haryadi mengatakan, BPBD Jawa Barat meminta semua daerah waspada memasuki awal musim hujan yang diperkirakan terjadi Januari ini. “Kalau sudah 50 persen daerah mengalami cuaca ekstrim kita langsung siaga. Musim hujan diperkirakan Januari sampai Maret, setelah itu kemarau panjang lagi,” kata dia. “Sekarang masih waspada.”
Menurut Haryadi, semua persiapan mengantisipasi terjadinya bencana sudah dikerjakan. Diantaranya, persiapan logistik yang dikonsentrasikan di kabupaten/kota hingga ke level desa, serta kendaraan, alat berat, pompa untuk mengurangi dampak banjir, termasuk tangki air untuk memasok kebutuhan air baku saat banjir.
AHMAD FIKRI