TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Forum Pemerhati Pemasyarakatan Dindin Sudirman mengritik rencana Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Budi Waseso membangun penjara di pulau terpencil dan dijaga buaya untuk para bandar narkoba.
"Penjara buaya yang sedang dirancang menunjukkan kita sudah ketinggalan zaman dalam strategi penegakan hukum. Artinya, pemahaman penegakan hukum kita masih terbelakang," kata Dindin di Hotel Harris pada Kamis, 19 November 2015.
Dindin menjelaskan, pemahaman hukum bertindak sebagai proses pembalasan dendam dan bersifat menjerakan. Hal itu menurutnya tidak memanusiakan. "Saya melihat, ternyata hukum sebagai pembalasan dendam dan menjerakan tidak menyelesaikan masalah. Kejahatan masih ada. Menurut saya, penjara adalah sekolah tinggi kejahatan," katanya.
Menurut dia, tujuan hukum pidana seharusnya untuk merehabilitasi agar saat keluar dari penjara, tahanan tersebut bisa hadir dan diterima masyarakat. Dindin melihat undang-undang di Indonesia sebetulnya sudah meninggalkan hukum yang bersifat balas dendam atau menjerakan.
Baca: Penjara Narkoba Ala Buwas, Pulau Terpencil dan Banyak Buaya
"Undang-undang di Indonesia sebetulnya sudah tidak merujuk bahwa hukum bertujuan untuk menjerat. Namun negara kita ini belum beradab dan belum maju. Pada prakteknya, hukum kita masih menganut penjeraan," tutur Dindin.
Ia menambahkan, bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah meminimalkan eksekusi hukuman mati. Hal yang paling dikhawatirkan adalah bila hakim suatu waktu salah memutus seorang terpidana mati, kemudian sangat mustahil untuk diperbaiki.
Dindin menegaskan, menjalankan hukum harus menggunakan kemajuan pemikiran, yang tidak boleh bertentangan dengan HAM. Hal inilah yang membuatnya berpikir bahwa penjara buaya bukan hal yang tepat dalam menindak suatu kejahatan.
Sebelumnya, Budi Waseso melontarkan ide membangun penjara yang dijaga buaya dan ikan piranha. Rencana pembuatan penjara atau lembaga pemasyarakatan khusus narapidana narkoba itu sedang digagas Kepala Badan Nasional Narkoba dan direalisasikan dalam waktu dekat. "Tempat sudah ada dan sedang kami bahas tentunya," kata Budi Waseso pada Sabtu, 14 November 2015.
Sebenarnya, selain piranha, Budi Wasesos juga melakukan penelitian terhadap ikan buas lain, seperti ikan arkaima dari Amazon. "Itu juga sudah kami lakukan penelitian. Mudah stres atau tidak, mana yang paling pas (dengan buaya)," kata Budi Waseso.
Menurut Budi Waseso, buaya dan piranha dipilih karena kedua binatang itu memiliki sejumlah kelebihan dibanding binatang buas lainnya. Buaya dianggap relatif murah, mudah dipelihara, tahan penyakit, dan lapar. Yang lebih penting, binatang ini tidak kenal kompromi.
LARISSA HUDA