Dewie Yasin Limpo saat akan menjalani pemeriksaan perdana oleh penyidik di Gedung KPK, Jakarta, 27 Oktober 2015. Dugaan suap melilit Dewie pada proyek pengembangan pembangkit listrik tenaga mikrohidro di Kabupaten Deiyai, Papua, tahun anggaran 2016. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi Energi Sumber Daya dan Mineral Mulyadi mengaku dicecar penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi tentang mekanisme rapat. Mulyadi diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Dewie Yasin Limpo, anggota Komisi Energi yang menjadi tersangka suap proyek Deiyai, Papua.
"Sekedar sebagai pemimpin rapat, mekanisme memimpin rapat di DPR," kata Mulyadi di depan gedung KPK, Rabu, 4 November 2015. Mulyadi diperiksa sekitar enam jam, yakni dari pukul 09.30 WIB hingga pukul 15.42 WIB.
Mulyadi mengatakan penyidik mengkonfirmasinya sebagai pemimpin rapat dalam rapat kerja saat Dewie mengusulkan proyek Deiyai. Tak cuma itu, ujar dia, penyidik juga mencecarnya tentang beberapa hal yang pernah dibicarakan Dewie dalam rapat kerja.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Energi lainnya, Satya Widya Yudha, mengatakan Dewie pernah menyinggung masalah Deiyai dalam rapat pada 8 April 2015. Namun, usulan Dewie tidak pernah masuk dalam kesimpulan rapat atau dibahas khusus.
Dalam risalah rapat antara Komisi VII DPR bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral terungkap sejumlah bujukan Dewi agar Menteri segera mengegolkan proyek itu. Sesuai catatan risalah, rapat itu dihadiri lima pimpinan Komisi. Selain Satya, hadir pula antara lain Ketua Komisi Kardaya Warnika (Partai Gerindra) dan Wakil ketua Tamsil Linrung.
KPK menetapkan Dewie Yasin Limpo, sebagai tersangka penerima suap terkait proyek pengembangan pembangkit listrik tenaga mikro hidro di Kabupaten Deiyai, Papua. Besel itu rencananya untuk anggaran 2016 dengan alokasi Rp 300 miliar. Politikus Hanura itu dalam transaksi ini menerima suap Sin$ 177.700 (Rp 1,7 miliar) atau baru 50 persen dari nilai komitmen.
Selain adik Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo itu, KPK menetapkan empat tersangka lain. Mereka adalah sekretaris pribadi Dewie, yakni Rinelda Bandaso, dan staf ahli Dewi bernama Bambang Wahyu Hadi. Dewie beserta anak buahnya dijerat sebagai penerima sehingga dianggap melanggar Pasal 12 a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dua tersangka lain adalah Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten Deiyai Irenius Adii dan seorang pengusaha, Setiadi. Keduanya merupakan pemberi suap sehingga dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.