Pengendara melintas di jalan yang dipenenuhi kabut asap kebakaran hutan dan lahan di Pekanbaru, Riau, 30 September 2015. Sumatera Selatan masih menjadi daerah penyumbang titik panas terbanyak mencapai 177 titik. ANTARA/Rony Muharrman
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengaku kesulitan mengatasi kebakaran hutan dan kabut asap yang terjadi di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan bantuan yang diberikan dari beberapa negara tetangga hingga saat ini belum banyak membantu untuk memadamkan kebakaran hutan.
"Bantuan kan hanya ada 3 pesawat atau helikopter water bombing. Tidak mungkin akan bisa memadamkan api yang ribuan jumlahnya itu," kata Sutopo, 15 Oktober 2015.
Menurut Sutopo, faktor medan dan karakteristik daerah yang terjadi kebakaran hutan membuat pemadaman api menjadi semakin sulit. "Yang terbakar luas sekali dan medannya berat. Karakteristik sangat berbeda dengan tanah mineral," katanya. "Di Kalimantan Tengah jika dilihat hotspot sebagian banyak berada di perbatasan antara hutan dan perkebunan."
Sebelumnya Indonesia sudah mendapat bantuan dari beberapa negara tetangga. Bantuan tersebut dipusatkan di Palembang. Ada tiga unit pesawat dan tiga unit helikopter dari negara tetangga untuk memadamkan titik api.
Sementara Indonesia hingga saat ini telah mengerahkan 27 pesawat dan helikopter untuk water bombing dan hujan buatan di wilayah kebakaran hutan dan kabut asap. Namun titik api di Sumatra dan Kalimantan masih saja bertambah. Dari data BNPB hingga 15 Oktober 2015, ada 254 titik api di Sumatra dan 2.714 titik api di Kalimantan.
Sutopo mengatakan titik api tersebut disebabkan oleh pembakaran baru yang masih dilakukan. Menurut Sutopo, sudah ada 221 orang yang ditetapkan tersangka atas kasus kebakaran hutan dan kabut asap. Mereka terdiri dari 12 perusahaan dan 209 perorangan. "Ada 26 perusahan yang telah melalui proses penyelidikan, sedangkan yang telah memasuki proses penyidikan sebanyak 218," ujarnya.