TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Anton Charliyan membantah bahwa polisi lalai dalam kasus pembakaran gereja di Aceh Singkil. "Ini murni karena kurangnya personil pengamanan," kata Anton di Ruang Pers Divisi Humas Polri pada Kamis, 15 Oktober 2015.
Menurut Anton, insiden penyerangan gereja memang sudah santer terdengar di Aceh Singkil, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Kepolisian sudah menyebarkan seluruh pasukan ke beberapa gereja dengan mengirim sekitar 20 personil kepolisian untuk berjaga.
Namun ternyata penyerangan itu dilakukan oleh ratusan orang. "Kami tidak tahu penyerangan akan fokus ke (gereja) mana, sedangkan pasukan sudah disebar dengan perkiraan 20 personil," kata Anton.
Anton keberatan dikatakan terjadi kelalaian dalam pengamanan yang dilakukan oleh kepolisian pada kasus pembakaran gereja di Aceh Singkil. Ia menilai selama ini kepolisian selalu dijadikan sasaran dalam keributan yang terjadi belakangan ini. Menurutnya, dalam sebuah persoalan patutnya mengorek akar permasalahannya dan dalam penanganannya harus sinergis dengan pihak lain.
Bahkan, Anton menambahkan, TNI pun ikut turun melakukan pengamanan hingga dilontarkannya beberapa tembakan. Saat ini, kepolisian masih melakukan pengembangan kasus untuk mengungkap penyebab terjadinya penyerangan dan pembakaran gereja di Aceh Singkil. Kepolisian sejauh ini menduga adanya keterlibatan aktor intelektual dan adanya unsur politik dalam aksi penyerangan ini.
Pada hari Selasa, 13 Oktober 2015 lalu, sebuah gereja dibakar massa di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh. Sebanyak dua orang dinyatakan tewas dalam aksi penyerangan tersebut. Dugaan awal disebutkan bahwa penyerangan terjadi akibat desakan suatu kelompok masyarakat agar pemerintah setempat membongkar sejumlah gereja tak berizin. Namun, pada Selasa siang, warga bergerak sendiri dan melakukan pembakaran terhadap gereja yang ditengarai tak berizin itu, yang berakhir dengan bentrok.