Kata Fadli Zon dan Fahri Hamzah Soal Revisi UU KPK

Reporter

Editor

Anton Septian

Kamis, 8 Oktober 2015 07:55 WIB

Ketua Tim Pengawas Haji DPR Fahri Hamzah (kiri) bersama Ketua DPR Setya Novanto (tengah) dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon (kanan) dalam jumpa pers terkait pelaksanaan Ibadah Haji pimpinan DPR di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 30 September 2015. Dalam keterangannya pimpinan DPR memaparkan pelaksaan Ibadah tersebut berdasarkan undangan resmi dari Kerajaan Arab Saudi serta berbagi cerita mengenai insiden Mina dan upaya-upaya yang mereka lakukan. TEMPO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon mengaku belum mengetahui rancangan naskah revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Naskah yang beredar di publik belum pernah diserahkan Badan Legislasi kepada pimpinan DPR. “Saya belum baca naskah terbaru, dan belum bisa memastikan apakah itu draf yang diusulkan DPR,” ujarnya, Rabu, 7 Oktober 2015.

Rancangan revisi UU KPK beredar di publik. Draf yang diduga berasal dari DPR itu berencana mengakhiri usia KPK di tahun ke 12 pasca pengesahan UU tersebut. KPK juga dilarang menangani kasus dengan nilai kerugian negara dibawah Rp 50 miliar, keharusan mengurus izin pengeledahan dan penyadapan dari pengadilan, serta menerapkan mekanisme tutup perkara.

Fadli menjelaskan, nasib pembahasan UU KPK saat ini berada di tangan pemerintah. Meski demikian, DPR juga memiliki rancangan naskah yang pernah diajukan pada periode sebelumnya. “Dulu pernah masuk di komisi tapi tertunda,” kata dia. Dalam rancangan tersebut, terdapat beberapa usulan pasal seperti pembentukan lembaga pengawas, penyidik independen dan mekanisme tutup perkara.

Wakil Ketua DPR yang lain, Fahri Hamzah, enggan menanggapi rancangan draf yang beredar di publik. Menurut dia, rumusan perubahan pasal baru akan terlihat dalam proses pembahasan bersama pemerintah. Semua fraksi saat ini sepakat mempercepat agenda tersebut. “Semua partai punya pandangan dan perasaan yang sama,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.

Fahri menjelaskan, revisi UU KPK mendapat momentum setelah KPK memperlihatkan kinerja yang dianggap melenceng. Saat awal kepemimpinan Presiden Joko Widodo, KPK memberi stigma negatif terhadap kandidat menteri tanpa memberikan penyelesaian perkara. Padahal, proses hukum mestinya berangkat dari praduga tak bersalah. “Sekarang stempel itu ada di mana?” kata dia.

Menurut Fahri, pelanggaran KPK juga terlihat saat proses pemilihan Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian RI. Penetapan status tersangka itu ia nilai bertabrakan dengan mekanisme kelembagaan negara yang diatur konstitusi. Alasan itu mendorong DPR menggagas pembentukan lembaga pengawas KPK. “Jadi ini bukan melemahkan KPK,” ujarnya.

RIKY FERDIANTO

Berita terkait

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

9 jam lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

11 jam lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

19 jam lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

1 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

1 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

1 hari lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

1 hari lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

2 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

2 hari lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

2 hari lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya