Polda Kalbar Periksa Tiga Perusahaan Pembakar Lahan
Editor
Febriyan
Senin, 21 September 2015 04:44 WIB
TEMPO.CO , Pontianak – Kepolisian Daerah Kalimantan Barat menaikkan status pemeriksaan terhadap tiga perusahaan perkebunan kelapa sawit, menjadi penyidikan. Perusahaan tersebut terindikasi melakukan land clearing dengan cara membakar.
“Satu perusahaan lagi belum bisa naik ke penyidikan. Sehingga sampai saat ini ada tiga perusahaan yang dalam penyidikan,” ujar Direktur Reserse Tindak Pidana Khusus Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, Komisaris Besar Polisi Agus Nugroho, kepada TEMPO.
Tiga perusahaan diantaranya PT KAL, di Dusun Kuala Satong, Kecamatan Matan Hilir Utara, PT SKM Desa Tanjung Pasar dan Desa Suka Maju Kecamatan Muara Pawan. Keduanya di Kabupaten Ketapang. Sedangkan satu perusahaan yakni PT RJP dusun Teluk Binjai Desa Sungai Bulan Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya.
Sedangkan satu perusahaan lagi yang berada di kabupaten Ketapang, masih dalam penyelidikan. Alasannya, perusahaan itu terlebih dahulu membuat alibi dengan melaporkan tindakan pembakaran yang dilakukan masyarakat, yang ada di sekitar konsesi perkebunan sawit.
“Areal sawit yang terbakar, adalah sawit yang sudah produktif. Mereka sudah berupaya melakukan pemadaman, tetapi api tidak bisa dikendalikan,” ujarnya.
Agus mengakui dalam menangani kasus korporasi, penyidik harus berhati-hati . Teknis yang dilakukan penyidik adalah mengumpulkan keterangan ahli dari Dinas Perkebunan dan Dinas Kehutanan, mengumpulkan barang bukti di lapangan, baik dari masyarakat hingga ke karyawan perusahaan.
Dia menambahkan, terdapat teknis tersendiri dalam mengumpulkan alat bukti pembakaran yang dilakukan dengan sengaja. Di lapangan akan terlihat titik panas dimana api berasal, bahkan menggunakan bensin atau minyak tanah bisa diketahui melalui uji laboratorium.
“Kami mendatangkan ahli kebakaran hutan dan lahan, Bambang Hero. Beliau terkenal bisa memberikan keterangan ahli di persidangan yang bisa meyakinkan hakim mengenai unsur kesengajaan pihak korporasi,” katanya.
Agus mengatakan, penyidik juga menerapkan pasal berlapis untuk kasus kebakaran hutan dan lahan. Selain dijerat pasal pembakaran lahan, perusahaan juga akan dijerat dengan pasal kelalaian.
Dia mengharapkan, kasus-kasus yang maju di persidangan kelak merupakan kasus yang kuat. Dalam hal ini, kata dia, komunikasi dengan pihak Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat sudah dibangun, untuk menangani kasus ini.
Untuk menangani kasus Karhutla, Tim Satuan Tugas Antikebakaran hutan dan lahan Polda Kalbar bersama dengan Manggala Agni, Penyidik Pegawai Negeri Sipil Badan Lingkungan Hidup Daerah Kalimantan Barat serta PPNS Dinas Perkebunan Kalimantan Barat, melakukan ground checking berdasarkan koordinat dimana titik panas terpantau satelit NOAA.
“Kami akui, perlu waktu untuk melakukan ground checking ke lokasi titik panas. Medannya begitu sulit dan kadang tidak bisa di tempuh dengan kendaraan bermotor,” ujarnya.
Dia mengatakan, masih melakukan beberapa penyidikan terhadap perusahaan lainnya, yang terdata titik panas di area konsesinya.
Deni Amirudin, dari Enviroment Law Clinic yang menangani kasus-kasus lingkungan secara Pro Bono, menyatakan penyidik kepolisian juga harus mengantisipasi adanya kontrak kerja perusahaan dengan pihak ketiga, untuk kegiatan land clearing.
“Jika dilakukan oleh kontraktor untuk kegiatan land clearing, bisa jadi nanti managerial di perusahaan tersebut tidak bisa dijerat. Jadi memang harus hati-hati,” katanya.
Selaku kontraktor, kata Deni, pembakaran lahan untuk pembersihan lahan memang dimungkinkan, lantaran biaya yang dikeluarkan lebih sedikit. Sehingga kontraktor untung banyak, katanya.
Kontraktor tidak menggunakan alat berat untuk membersihkan lahan, disamping itu perusahaan juga diuntungkan dengan pengurangan kegiatan pemupukan untuk mengurangi keasaman tanah. “Jangan sampai kejadian tahun 2004 lalu, dimana empat perusahaan bisa bebas dari kasus pembakaran lahan, terjadi lagi,” katanya.
ASEANTY PAHLEVI