Ini 3 Pembelaan Fadli Zon Soal Pertemuan dengan Donald Trump
Editor
Eko Ari Wibowo
Senin, 14 September 2015 17:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto dan wakilnya, Fadli Zon, yakin betul pertemuan mereka dengan kandidat Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, tak melanggar kode etik DPR. Musababnya, kata Fadli, salah satu tugas anggota dewan adalah membangun jejaring diplomasi seluas-luasnya dengan komunitas internasional.
"Masa jadi politisi tidak mau bergaul. Kuper dong," ujar Fadli Zon di Kompleks Parlemen Senayan, Senin, 14 September 2015.
Pertemuan yang diduga melanggar kode etik itu terjadi 3 September lalu pada pukul 13.00 waktu setempat di Trump Tower, New York, Amerika Serikat. Rombongan DPR berada di AS untuk menghadiri "The 4th World Conference of Speakers of Parliaments" yang diselenggarakan Inter Parliamentary Union (IPU) pada 31 Agustus hingga 2 September 2015. Namun, kunjungan diperpanjang karena rombongan melakukan safari politik ke Washington DC dan kota lain di Amerika Serikat. (Lihat Video Lima Dugaan Pelanggaran Etik DPR, Merokok sampai Ijazah Palsu, Diduga Melanggar Kode Etik, Pimpinan DPR Terancam Dicopot)
Dalam jumpa pers itu, ini beberapa argumentasi Fadli Zon untuk membantah tuduhan pertemuannya dengan Trump melanggar kode etik dewan:
1. Pertemuan dengan Trump dalam rangka diplomasi
Menurut Fadli, tugas pokok dan fungsi kedewanan tidak lagi hanya bertumpu pada legislasi, anggaran, dan pengawasan, namun juga fungsi diplomasi dan investasi untuk memperkuat ekonomi Indonesia. Hal itu telah diatur dalam Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
"Tugas diplomasi ini sudah diratifikasi forum parlemen dunia (Inter Parliamentary Union) dalam Undang-undang MD3," kata Fadli. "Diplomasi tidak hanya di bidang ekonomi, namun juga kebudayaan, dan lain-lain."
2. Pertemuan bersifat spontan, tak ada dukungan untuk pencalonan Trump
Menurut Fadli, pertemuan dengan Trump bersifat spontan. "Kebetulan kami lowong selesai agenda konferensi parlemen. Jadi dalam rangka networking, kami bertemu," ujarnya. "Kami bertemu dia sebagai investor, bukan sebagai kandidat presiden."
Begitu pula saat Setya ditarik menuju podium konferensi pers Trump. Menurut politikus Partai Golkar itu, ia sama sekali tak tahu bakal ditarik. "Sangat mendadak. Saya sudah mau ke pinggir untuk jalan, tapi enggak bisa lagi karena begitu padatnya di sana," ujar Setya.
3. Biaya perjalanan dianggap wajar. Anak istri anggota dewan bayar sendiri
Fadli mengatakan perjalanan rombongan DPR ke New York telah direncanakan sejak enam bulan lalu. Apalagi, forum yang akan dihadiri adalah forum bergengsi ketua parlemen sedunia.
"Semua biaya perjalanan anak istri tidak dianggarkan. Semua bayar sendiri," ujar Fadli. "Jumlah personil tepatnya saya kurang ingat. Tapi ini wajar, dan akan diaudit Badan Pemeriksa Keuangan."
Ketua Badan Urusan Rumah Tangga Roem Kono mengatakan justru ia dan rombongan menombok biaya perjalanan. Padahal sebagai anggota DPR bagian delegasi, harusnya biaya perjalanan sepenuhnya ditanggung kesekretariatan.
"Kami malah nombok semua, selain harus membayar keluarga. Karena di anggaran itu biaya perjalanan per dolar dihitung Rp 11 ribu, tapi sekarang kurs Rp 14 ribu," ujar Roem. "Tapi untuk kepentingan bangsa dan negara bukan masalah uang, tapi masalah hasil yang dicapai."
INDRI MAULIDAR