Polisi berjaga di dekat massa buruh yang akan berdemo menuju Istana di depan Gedung Sapta Pesona, Jalan Thamrin, Jakarta, 1 September 2015. TEMPO/Subekti
TEMPO.CO, Surabaya - Dampak melemahnya nilai tukar rupiah dirasakan kalangan industri sejak sebelum dolar AS menembus angka Rp 14.000. Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan Jawa Timur mencatat kenaikan pemutusan hubungan kerja (PHK) usai Lebaran 2015.
“Sebelum Lebaran kemarin jumlah PHK sekitar 1.275 orang. Setelah Lebaran sampai akhir Agustus lalu menjadi 3.400-an orang,” kata Kepala Disnakertransduk Jatim Sukardo di Balai Pemuda, Rabu, 2 September 2015.
Sukardo mengungkapkan, kenaikan angka PHK itu, merupakan dampak dari melemahnya nilai tukar rupiah. Hal itu diperberat dengan tuntutan kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) kabupaten/kota di Jatim oleh buruh. “Kondisi di ring I bahkan nilai UMK per bulan Rp 2,7 juta lebih. Tentu dari perusahaan kadang-kadang merasa berat,” katanya.
Akibat kenaikan UMK yang terjadi tiap tahun itu, kata dia, sebagian perusahaan meminta penangguhan. Sejumlah perusahaan memindahkan pabriknya ke lokasi di kabupaten/kota yang memiliki nilai UMK lebih rendah. “Contohnya Gresik dan Lamongan, selisih UMK-nya sampai Rp 1,4 juta. Akhirnya pabrik dari Gresik geser ke Lamongan. Begitu juga dengan Mojokerto, akhirnya banyak pabrik yang pindah ke Jombang atau Nganjuk,” ujarnya.
Tak sedikit pula perusahaan yang akhirnya kolaps karena kesulitan perekonomian. Sukardo menyebutkan, terdapat kenaikan jumlah perusahaan yang gulung tikar tahun ini. Tahun 2014 lalu, ada 58 perusahaan besar yang tutup. “Sekarang ada 156 perusahaan, meskipun dari sisi jumlah PHK relatif tertahan. Sebagian besar perusahaan yang tutup dari industri elektronik,” tuturnya.
Pemerintah provinsi berharap ada solusi antara kedua belah pihak, pengusaha dan buruh, untuk menghadapi permasalahan ini. “Kami berharap serikat buruh untuk mengerti dengan kondisi seperti ini. Jangan menuntut berlebihan, nanti makin banyak perusahaan yang tutup dan akhirnya terjadi PHK,” ujarnya.
Wakil Ketua Asosasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Jatim Heribertus Gunawan enggan menyebutkan jumlah pasti pekerja yang di-PHK maupun perusahaan anggotanya yang kolaps. “Kami tidak ingin berpolemik dengan serikat pekerja dan pemerintah. Yang penting cooling down dan mencoba menyelesaikan dengan tripartid saja dulu,” katanya saat dihubungi Tempo.
Heribertus menambahkan, pengusaha tengah berusaha agar tidak terjadi PHK secara besar-besaran. “Teman-teman di Apindo mengajak pekerja untuk berunding bersama untuk memahami kondisi perekonomian yang berdampak pada dunia usaha. Kami ini juga dibebani regulasi pajak dan bunga bank. Pekerja kan, tidak tahu,” tuturnya.