Beraroma Penguasa, Jokowi Diminta Tunda Penyerahan Capim KPK  

Reporter

Editor

Zed abidien

Rabu, 2 September 2015 16:30 WIB

Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers terkait seleksi calon pimpinan KPK di Istana Negara, Jakarta, 1 September 2015. Rekomendasi delapan nama dibagi menjadi empat kategori. Kategori pencegahan, Saut Situmorang dan Surya Chandra, kategori penindakan, Alexander Marwata dan Basariah Panjaitan. Kategori manajemen, Agus Rahardjo dan Sujanarko. Kategori supervisi dan pengawasan, Johan Budi Sapto Prabowo dan Laode Muhammad Syarif. TEMPO/Aditia Noviansyah

TEMPO.CO, Yogyakarta - Koalisi anti korupsi Yogyakarta menilai delapan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang diajukan oleh panitia seleksi beraroma penguasa. Ada empat calon yang dinilai menjadi paket yang akan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

"Kami menduga akan ada satu paket pilihan DPR yang bercitarasa penguasa," kata Tri Wahyu KH, koordinator Indonésia Court Monitoring, di kantor Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Rabu, 2 September 2015.

Mereka para calon pimpinan KPK yang disebut beraroma penguasa adalah Saut Situmorang (Staf Ahli KaBIN), Alexander Marwata (Hakim Ad Hoc Tipikor), Brigadir Jenderal Basaria Panjaitan (Mabes Polri), Surya Candra (tim sukses calon presiden Jokowi-JK). Satu calon pimpinan KPK yang akan dipilih oleh wakil rakyat adalah dari internal komisi, yaitu antara Johan Budi SP dan Sujonarko.

"Yang dari internal KPK itu hanya untuk ngeyem-yemi (menenang-nenangkan)," kata dia.

Saut Situmorang merupakan staf ahli Kepala Badan Intelijen Negara yang saat wawancara terbuka dengan panitia seleksi akan mengesampingkan kasus tindak pidana korupsi masa lalu. Berarti, kasus skandal Bank Century akan dikeasampingkan. Juga kasus skandal BLBI.

Alexander Marwata merupakan hakim ad hoc Pengadilan Tipikor yang menyatakan dissenting opinion terhadap terdakwa korupsi Ratu Atut Chosyiah, mantan Gubernur Banten. Hakim lain menghukum, ia justru tidak sependapat.

Basaria Panjaitan merupakan polisi jenderal bintang satu yang tidak taat melaporkan kekayaannya. Ia juga tidak setuju adanya penyidik independen dari internal KPK. Ia dinilai tidak memahami sejarah dan tujuan didirikannya KPK.

Lalu Surya Candra yang merupakan tim sukses dari pencalonan presiden Joko Widodo dinilai tidak bisa independen dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. "Kami meragukan independensinya," kata dia.

Peneliti Pukat UGM, Mada Zaenurrohman menambahkan, para aktivis meminta presiden untuk menunda penyerahan nama-nama calon pimpinan KPK kepada DPR. Sebab, nama-nama yang lolos itu dinilai meragukan integritas mereka dalam upaya pembersihan tindak pidana korupsi. "Nama-nama yang dipilih dan diajukan oleh panitia seleksi sangat dekat dengan penguasa," kata dia.

MUH SYAIFULLAH

Berita terkait

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

6 jam lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

8 jam lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

16 jam lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

1 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

1 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

1 hari lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

1 hari lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

2 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

2 hari lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

2 hari lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya