Sebuah helikopter berusaha memadamkan kebakaran lahan di Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, 5 November 2014. ANTARA/Rosa Panggabean
TEMPO.CO, Palembang - Musim kemarau panjang berdampak di Sumatera Selatan. Hingga akhir musim pada November mendatang, puluhan ribu hektare lahan berbagai jenis pertanian diperkirakan rusak karena kekeringan.
Kondisi ini diakui oleh Mukti Sulaiman, Sekretaris Daerah Sumatera Selatan, sebagai salah satu ancaman yang harus ditanggulangi bersama. "Saat ini ribuan hektare lahan tidak bisa dimanfaatkan petani karena kemarau," kata Mukti Sulaiman, Kamis, 13 Agustus 2015.
Ditemui seusai memimpin apel siaga pengendalian kebakaran lahan dan kebun di kantor PTPN7, Mukti memastikan pihaknya sudah menyiapkan sejumlah langkah untuk mengurangi dampak buruk dari anomali cuaca. Salah satunya dengan menerapkan teknologi modifikasi cuaca agar hujan dapat turun lebih awal dari prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). "Kalau ada hujan, maka hotspot atau titik api berkurang dan lahan pertanian tidak rusak," ujarnya.
Kepala Dinas Pertanian Sumatera Selatan Edwin Noorwibowo mencatat sekitar seribu hektare lahan pertanian di Kabupaten Banyuasin rusak berat. Sementara jumlah lebih besar lagi terjadi di beberapa daerah lainnya.
Jumlah total lahan rusak diperkirakan mencapai 24 ribu hektare dalam kondisi rusak ringan. Kerusakan ringan terdapat di Kabupaten Ogan Ilir, Banyuasin, dan Ogan Komering Ilir. "Kalau rusak berat, perlu waktu lama untuk normalisasi," kata Edwin.
Meski mengalami kekeringan, Edwin memastikan persediaan bahan pangan, seperti beras, tidak akan mengganggu kebutuhan warga. Soalnya, kawasan Sumatera Selatan masih memiliki lahan yang masih bisa dimanfaatkan oleh petani. Selain itu, Dinas Pertanian akan meminta petani untuk mempercepat musim tanam setelah hujan mulai turun pada November nanti. "Jumlahnya bisa bertambah kalau kemaraunya makin panjang."