Antrian jerigen kosong yang menunggu giliran untuk di isi air bersih bantuan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di Desa Wonorejo, Malang, Jawa Timur (6/8). Pemkab Malang melalui BPBD membantu 10 ribu liter air bersih untuk desa Wonorejo, karena sumur mengalami kekeringan. TEMPO/Aris Novia Hidayat
TEMPO.CO, Surabaya - Pemerintah Provinsi Jawa Timur menyiapkan anggaran sebesar Rp 3,3 miliar untuk menangani kekeringan di wilayahnya. Anggaran itu untuk memasok air bersih ke 24 daerah yang berpotensi mengalami kekeringan, yakni dengan metode distribusi tiga kali seminggu ke lokasi yang membutuhkan.
“Kondisinya belum sampai kering, namun langkah ini untuk mencegah kekeringan yang prediksinya musim kemarau bisa mencapai enam bulan tahun ini,” ujar Gubernur Jawa Timur Soekarwo dalam siaran persnya, Kamis, 30 Juli 2015.
Soekarwo menuturkan distribusi mulai dilaksanakan 4 Agustus hingga Oktober guna mengangkut air bersih ke daerah yang terletak lebih dari tiga kilometer dari pusat kabupaten. “Jadi jangan sampai masyarakat yang kesulitan air bersih di musim kering ini membeli air, tetapi harus didrop air. Pemerintah harus hadir membantu masyarakat,” kata dia.
Pria yang akrab disapa Pakde Karwo itu menambahkan dropping air bersih dilakukan karena untuk daerah yang berjarak lebih dari tiga kilometer menjadi tanggung jawab provinsi. “Adapun masyarakat yang kesulitan air bersih dalam daerah yang masih berjarak tiga kilometer dari pusat kota menjadi tanggung jawab kabupaten/kota.”
Musim kemarau tahun ini diperkirakan bisa mencapai enam bulan, sedangkan untuk tahun lalu musim kemarau mencapai 4,5 bulan. Jumlah desa di Jawa Timur yang berpotensi kekeringan berkurang dari 624 desa pada 2014 turun menjadi 591 desa di 2015. Desa yang memiliki potensi kekeringan tersebut berada di 24 kabupaten.
“Sebanyak 24 daerah di Jatim berpotensi mengalami kekeringan akibat musim kemarau yang diperkirakan lebih panjang dari tahun sebelumnya. Dari 24 daerah, Kabupaten Bojonegoro sudah mengalami kekeringan,” katanya.
Selain persiapan anggaran, Soekarwo berharap Perhutani dapat menanam pohon yang mempunyai kemampuan untuk menahan dan menyimpan air. Jika hal itu dilakukan maka akan dapat mengurangi dampak kekeringan. Hutan di Jawa Timur sendiri, menurut Soekarwo, 42 persen, terdiri dari 28 persen milik Perhutani dan hutan rakyat dan ditambah 14 persen hutan rakyat.
“Kebanyakan pohonnya masih belum bisa menyimpan air dengan baik. Untuk itu Perhutani dalam melakukan penanaman perlu memilih pohon yang bisa menahan dan menyimpan air. Perhutani jangan hanya mencari keuntungan, tetapi harus memperhatikan perlindungan terhadap sumber daya alam,” ujarnya.