TEMPO.CO , Jakarta:Ketua Komnas Perempuan, Azriana mengatakan kebijakan pemerintah daerah Aceh yang melarang wanita untuk pulang malam itu adalah kebijakan yang tidak tepat. “Itu kebijakan yang diskriminatif sekali,” kata Azriana saat dihubungi Kamis, 4 Juni 2015.
Azriana mengatakan kebijakan ini bisa mempersempit ruang gerak perempuan Aceh. Menurut Azriana, di zaman modern ini, banyak perempuan Aceh yang perlu bekerja. Tak jarang mereka pun harus menghabiskan waktu bekerja hingga larut malam atau sampai rumah pada malam hari
Beberapa pekerjaan yang dicontohkannya akan memakan waktu hingga larut malam adalah petugas kesehatan, perempuan yang bekerja di supermarket. Ada pula wanita yang bisa saja pulang dari luar kota, namun baru tiba di Aceh pada larut malam. “Pemerintah harus fasilitasi kelompok wanita ini agar tidak perlu takut kena penertiban,” kata Azriana.
Menurut Azriana, seharusnya perempuan Aceh membuat aturan yang lebih tepat daripada kebijakan larangan pulang malam untuk melindungi warga perempuannya. Menurut Azriana, perempuan Aceh lebih perlu kebijakan yang bisa mengurangi angka kekerasan dalam rumah tangga yang dialami para perempuan Aceh. “Selama ini, di Aceh paling banyak kasus KDRTnya,” kata Azriana.
Sebelumnya Wali Kota Banda Aceh Hj Illiza Saaduddin Djamal mengatakan pemberlakukan jam malam bagi perempuan merupakan instruksi Gubernur Aceh. Illiza mengatakan instruksi tersebut disampaikan kepada semua bupati atau wali kota se-Provinsi Aceh. Artinya, jam malam bagi perempuan ini bukan hanya berlaku di Banda Aceh, tapi di seluruh Provinsi Aceh.
Menurut Illiza, dalam instruksi tersebut disebutkan larangan bagi perempuan keluar rumah bersama laki-laki bukan muhrimnya. Larangan ini berlaku mulai pukul 22.00 WIB. Untuk di Kota Banda Aceh, tutur Illiza, instruksi tersebut disesuaikan dengan kondisi sebagai ibu kota provinsi. Jadi jam malam ini diperpanjang menjadi hingga pukul 23.00, di antaranya bagi pekerja kafe, warung kopi, dan pusat perbelanjaan.