TEMPO.CO, Yogyakarta - Ratusan warga di lereng Gunung Merapi di sekitar Kali Boyong dari dua desa, yaitu desa di Kecamatan Pakem dan Ngaglik Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, berunjuk rasa di jalan di depan Balai Desa Donoharjo, Sabtu, 9 Mei 2015. Mereka memblokir jalan menuju sungai. Penduduk memaksa penambang pasir membawa pergi alat berat (backhoe) supaya tidak ada lagi penambangan pasir di sungai.
"Sumber air rusak, sungai rusak, air sumur semakin sulit didapat," kata Savitri Damayanti, warga Donoharjo, Ngaglik, Sleman, Sabtu, 9 Mei 2015.
Air bersih sebagai kebutuhan pokok warga terganggu oleh ulah penambang pasir ilegal. Pemerintah telah melarang penambangan pasir di sungai yang berhulu di Merapi sejak 2014 yang lalu. Namun pengusaha penambangan pasir dan batu tetap nekat. “Bego (backhoe) datang, air menghilang,” itulah yang selaku diteriakkan warga.
Warga yang berada di sekitar Sungai Boyong menutup akses jalan menuju sungai yang berhulu di Gunung Merapi itu. Truk pengangkut pasir tidak bisa masuk. Jalan diblokir dengan portal dan batu serta ditulisi: truk pasir tidak boleh lewat.
Warga sebenarnya geram dan resah, tapi pengusaha pasir tetap nekat. Bahkan, orang-orang yang dibayar pengusaha mendatangi tokoh masyarakat dengan membawa segepok uang untuk merayu supaya dibolehkan menambang.
Menurut warga, alat berat berupa ekskavator untuk menambang pasir berjumlah banyak. Warga merasa disepelekan oleh penambang.
Namun, warga sepakat tidak ada lagi alat berat yang boleh menambang pasir di sungai maupun di bantaran sungai. Bahkan, Kepala Desa Donoharjo harus menandatangani surat pernyataan supaya menolak adanya backhoe di wilayah sungai. "Saya komit untuk menolak adanya bego," kata Kepala Desa Donoharjo, Wijonarko.
Penduduk sebenarnya sudah sering protes, tapi pemerintah justru terkesan diam. Masyarakat sesungguhnya dirugikan secara langsung. Mata air hilang dan lingkungan rusak akibat penambangan pasir yang membabi-buta.
Penduduk pun turun ke sungai yang rusak itu. Mereka memasang poster dan spanduk untuk menolak penambangan pasir ilegal itu. “Jika masih ada alat berat untuk menambang pasir, warga tak segan-segan untuk mengusir meskipun harus berhadapan dengan preman yang disewa oleh pengusaha pasir,” ujar Savitri.
MUH SYAIFULLAH
Berita terkait
Aliansi Kecam Kehadiran Industri Plastik dan Kimia dalam Delegasi Indonesia untuk Negosiasi Perjanjian Plastik
9 hari lalu
Kehadiran itu membahayakan tujuan perjanjian, yaitu mengatur keseluruhan daur hidup plastik untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan.
Baca SelengkapnyaCerita dari Kampung Arab Kini
13 hari lalu
Kampung Arab di Pekojan, Jakarta Pusat, makin redup. Warga keturunan Arab di sana pindah ke wilayah lain, terutama ke Condet, Jakarta Timur.
Baca SelengkapnyaBegini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X
16 hari lalu
Sekda DIY Beny Suharsono menyatakan open house Syawalan digelar Sultan HB X ini yang pertama kali diselenggarakan setelah 4 tahun absen gegara pandemi
Baca SelengkapnyaBRIN Kembangkan Metode Daur Ulang Baterai Litium Ramah Lingkungan
30 hari lalu
Peneliti BRIN tengah mengembangkan metode baru daur ulang baterai litium. Diharapkan bisa mengurangi limbah baterai.
Baca SelengkapnyaMengenal Antropomorfisme, Sifat Manusia yang Memberikan Empati ke Sekitarnya
45 hari lalu
Antropomorfisme memiliki arti pengenalan ciri-ciri manusia hingga empati kepada binatang, tumbuh-tumbuhan, atau benda mati.
Baca SelengkapnyaAlasan Masyarakat Adat Suku Awyu Mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung
50 hari lalu
Masyarakat adat suku Awyu mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dalam sengketa izin lingkungan perusahaan sawit PT ASL di Boven Digoel, Papua Selatan.
Baca SelengkapnyaMenengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta
52 hari lalu
Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755
Baca SelengkapnyaDI Yogyakarta Berulang Tahun ke-269, Tiga Lokasi Makam Pendiri Mataram Jadi Pusat Ziarah
57 hari lalu
Tiga makam yang disambangi merupakan tempat disemayamkannya raja-raja Keraton Yogyakarta, para adipati Puro Pakualaman, serta leluhur Kerajaan Mataram
Baca Selengkapnya4 Bulan DPO, Mantan Pejabat Pemkab Bangka Tersangka Kasus Perambahan Hutan Ditangkap KLHK
4 Maret 2024
Tersangka Barlian merupakan aktor intelektual kasus perusakan dan perambahan hutan di kawasan hutan produksi Sungai Sembulan Bangka.
Baca SelengkapnyaKetua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan
4 Maret 2024
Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto menegaskan tidak boleh ada sweeping rumah makan saat Ramadan. Begini penjelasannya.
Baca Selengkapnya