TEMPO.CO, Jakarta - Manajer Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Apung Widadi mengingatkan besarnya potensi korupsi dalam alokasi anggaran untuk uang muka mobil dinas pejabat. Berkaca dari pengalaman sebelumnya, Apung pesimistis duit tersebut akan benar-benar dibelanjakan untuk mobil.
"Duit sebanyak itu seperti hibah saja, tidak ada pertangung jawaban keuangannya," kata Apung di kantornya, Ahad, 5 April 2015.
Apung mengatakan, dengan uang muka sekitar Rp 200 juta, maka jenis mobil yang akan dibeli para pejabat pastinya mobil mewah bernilai di atas Rp 1 miliar. "Bagaimana para pejabat itu melunasinya?" kata dia. "Mereka tentu akan mencari uang di luar gaji bulanan agar tak terbebani, bisa jadi diambil dari kas negara."
Menurut Apung, lembaganya telah menginvestigasi beberapa anggota inkumben Dewan Perwakilan Rakyat pada 2010 lalu. Hasil penelusuran Fitra saat itu menemukan bahwa sebagian besar duit tidak digunakan untuk panjar mobil, namun hanya dianggap pesangon biasa untuk keperluan pribadi. Saat itu, dana yang dianggarkan sebesar Rp 116 juta per orang. Kali ini, nilai tersebut dinaikkan menjadi Rp 210,8 juta untuk tiap pejabat.
Kenaikan anggaran untuk uang muka mobil pejabat ini telah disahkan dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 yang diteken pada 20 Maret lalu. Alasan kenaikan disebut akibat naiknya harga bahan bakar minyak dan inflasi.
Sebanyak 753 pejabat Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Mahkamah Konstitusi, dan Badan Pemeriksa Keuangan akan menikmati anggaran dengan nilai total Rp 158,8 miliar itu.