Pemicu Bunuh Diri Keluarga di Kediri Diduga Faktor Ekonomi
Editor
Kukuh S Wibowo Surabaya
Sabtu, 4 April 2015 16:10 WIB
TEMPO.CO, Kediri - Yudi Santoso, pelaku bunuh diri bersama keluarganya di Kediri, Jawa Timur, sempat meninggalkan pesan bahwa mereka putus asa menghadapi keadaan. Pasalnya, sejak dua bulan terakhir, kondisi ekonomi Yudi morat-marit setelah tak lagi bekerja sebagai marketing obat-obatan.
Aminur Hadi, 37 tahun, adik kandung Yudi Santoso, yang menemukan jasad kakaknya, istri kakaknya yang bernama Retno, dan keponakannya, semula tidak mengetahui alasan bunuh diri tersebut. Hadi yang pulang dari Surabaya pada Jumat malam, 3 April 2015, mendapati rumah kakaknya dalam keadaan lengang.
Bau busuk menyengat dari kaca nako kamar depan. Di kamar itulah biasanya sang kakak tidur. "Saya kira bau bangkai ayam," kata Hadi sambil menunjuk kandang ayam tak jauh dari kamar tersebut, Sabtu, 4 April 2015.
Hadi melihat pesawat televisi di dalam kamar kakaknya masih menyala. Hadi, yang rutin menyambangi kakaknya tiap dua minggu sekali, langsung menerobos masuk dari pintu samping yang tak terkunci.
Seketika darahnya tersirap saat menemukan tubuh kakak dan anak-istrinya terbujur kaku di atas kasur. Kondisi tubuh mereka sebagian sudah menghitam dengan bau busuk menusuk hidung.
Saat polisi melakukan olah tempat kejadian perkara, ditemukan sepucuk surat tulisan tangan di dalam buku halaman tengah. Buku tersebut agaknya sengaja dibiarkan terbuka agar bisa dibaca siapa pun yang masuk ke kamar itu.
Tulisan tangan dengan tinta hitam tersebut berupa permintaan maaf dari Yudi dan istrinya atas keputusan mengakhiri hidup mereka. Penulis pesan juga mengungkapkan rasa lelah dan putus harapan atas situasi yang menimpa mereka. Hingga akhirnya mereka bersepakat mengakhiri hidup bersama-sama.
Nurul Talqis, kakak Yudi Santoso, mengungkapkan perekonomian adiknya tengah terpuruk sejak dua bulan terakhir. Yudi, yang mengundurkan diri dari perusahaan farmasi, memilih bekerja serabutan dan tinggal di rumah kontrakan di Kelurahan Semampir. Adapun Retno yang juga bekerja sebagai supervisor di sebuah perusahaan farmasi mengundurkan diri dua bulan lalu.
Karena keduanya tak lagi memiliki pekerjaan tetap, keluarga meminta mereka pulang ke rumah orang tua Yudi di Desa Minggiran. "Hitung-hitung hemat dan tidak keluar biaya kontrak rumah," kata Nurul.
Nurul yang tinggal di Surabaya mengaku tidak tahu bahwa adiknya sangat terpukul setelah tidak bekerja. Meski tahu adiknya sedang dilanda kesulitan ekonomi, Nurul tak menyangka Yudi akan mengakhiri hidup bersama istri dan anak perempuannya yang masih duduk di bangku kelas 1 sekolah dasar.
HARI TRI WASONO