Ratusan pelajar Indonesia menghadiri seminar mengenai seluk beluk ISIS, di Aula Fakultas Syariah wa al-Qonun, Universitas Al Ahgaff, Tarim, Hadhramaut yang diselenggarakan atas kerjasama PPI Hadhramaut, PCI NU Yaman, AMI Al Ahgaff, 30 Januari 2015. (Foto: PPI Hadhramaut)
TEMPO.CO, Yogyakarta - Pakar terorisme dari Internasional Crisis Group (ICG), Sidney Jones, mengatakan kabar mengenai adanya empat alumnus pesantren Ngruki, Solo, yang bergabung dengan Negara Islam Suriah dan Irak (ISIS) merupakan informasi penting. Mereka semula merupakan relawan organisasi Jabhat al-Nushro, organisasi radikal di Suriah yang merupakan penentang utama ISIS di Suriah.
"Nyeberang ke ISIS karena sekarang ISIS lebih kuat," kata Jones saat berkunjung ke Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada Selasa, 24 Maret 2015.
Jones menilai ini merupakan informasi penting, karena semula empat orang itu bergabung dengan Jamaah Islamiyah. Sedangkan Jamaah Islamiyah merupakan pendukung jaringan Al-Qaeda yang memusuhi ISIS. "Catatan pentingnya, mereka dari Ngruki. Salah satunya asli Yogyakarta," ujar Jones.
Menurut Jones, di semenanjung Arabia, jaringan Al-Qaeda terbukti masih solid. Organisasi tersebut selama ini aktif mendukung Jabhat al-Nushro untuk memerangi ISIS di Suriah. Tapi ternyata ada anggotanya secara perseorangan menyeberang ke ISIS.
Jones menuturkan arus bergabungnya relawan asal Indonesia ke ISIS memang belum signifikan jumlahnya. Namun, dia mengingatkan, ada ancaman bahaya ketika ratusan relawan ISIS kembali ke Indonesia. "Mereka akan membawa banyak pengalaman perang dan memiliki ideologi lebih mendalam," ucap Sidney.
Jones menduga salah satu penyebab surutnya aksi terorisme di Indonesia adalah minimnya aktivis radikal yang memiliki keterampilan perang. Buktinya, menurut dia, sejak 2009, belum ada aksi teror dalam bentuk bom yang berhasil secara telak. Kalau pun ada, mayoritas korbannya justru polisi.