Terpidana asal Brasill, Rodrigo Gularte, divonis mati setelah tertangkap menyelundupkan enam kg kokain di dalam papan selancar di Bandara Soekarno-Hatta pada 5 Agustus 2004. Ia dikabarkan menderita depresi hebat setelah namanya masuk dalam daftar eksekusi. AP/Dita Alangkara
TEMPO.CO,Jakarta - Pemain Arema Cronus asal Brasil, Fabiano Beltrame, mengaku penasaran dengan narapidana asing yang akan menjalani hukuman mati. Pemain belakang itu rajin mengikuti pemberitaan rencana eksekusi hukuman mati terhadap sepuluh narapidana, terutama Rodrigo Gularte. Fabiano mencari tahu informasi seputar Rodrigo dari surat kabar dan portal berita Indonesia dan Brasil.
"Warga Brasil yang kedua, Rodrigo, itu ternyata lahir dari kota yang sama dengan saya di Foz do Iguacu," kata Fabiano setelah berlatih dengan Arema Cronus di Stadion Gajayana, Kota Malang, Kamis, 5 Maret 2015.
Menurut Fabiano, ia dan Rodrigo sempat tinggal satu kota selama 12 tahun. Informasi ini membuat Fabiano sedih karena mengetahui nasib saudara sebangsanya berakhir buruk di Indonesia.
"Saya tidak kenal dia, tapi keluarganya masih ada yang tinggal di sana. Mungkin karena pergaulan yang salah. Saya sedih, tapi itu (mengedarkan narkotik) tetap hal yang salah,” ujar Fabiano.
Fabiano menuturkan hukuman mati merupakan konsekuensi yang seharusnya sudah disadari orang sebelum mengedarkan narkoba di Indonesia. Ia menuturkan hukuman bagi pembuat dan pengedar narkoba di Brasil memang berbeda dengan hukuman di Indonesia.
"Para pelakunya pasti sudah tahu sanksi hukum di sini. Jadi itu (hukuman mati) risiko yang harus ditanggung para pelaku, termasuk dia (Rodrigo)," kata Fabiano.
Rodrigo Gularte adalah warga Brasil kedua yang divonis hukuman mati, setelah Marco Arcer Cardoso dieksekusi pada 18 Januari lalu.
Fabiano menyatakan tak ingin terjerumus narkoba. "Saya punya anak dua. Saya tak ingin anak saya rusak gara-gara narkoba. Saya berharap mereka yang sedang terlibat narkoba ataupun ingin menggunakan narkoba segera berubah pikiran," kata Fabiano mengakhiri percakapan.