Kepala Madrasah Dituding Berbuat Asusila kepada 2 Siswinya
Editor
Kodrat setiawan
Selasa, 24 Februari 2015 04:21 WIB
TEMPO.CO, Malang - Kepala Madrasah Tsanawiyah (MTs) Bustanul Ulum di Jalan Raya Wadung, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Arofi, menjadi tersangka perbuatan asusila terhadap dua siswa perempuannya. Kedua korban berusia 14 tahun dan duduk di kelas VIII.
Menurut Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) Kepolisian Resor Malang Inspektur Satu Sutiyo, perbuatan asusila terjadi di acara kemah pramuka untuk siswa kelas VIII yang diadakan pihak sekolah di lapangan Dusun Precet, Desa Kenongo, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Sabtu malam, 31 Januari 2015.
“Saat itu, peserta kemah pramuka akan gelar api unggun. Sebelum api unggun digelar, tiba-tiba ada belasan siswa peserta kemah kesurupan. Melihat kejadian itu, kepala madrasah (Arofi) menolong dua siswa perempuan,” kata Sutiyo dalam gelar perkara pada Senin siang, 23 Februari 2015.
Selanjutnya, kata Sutiyo, Arofi membawa dua siswa ke mobil sedan miliknya, yang terletak dekat tenda perkemahan. Dua korban bergiliran diletakkan di jok belakang mobil untuk diobati. Saat itulah, menurut korban, Arofi menciumi pipi dan bibir, serta meremas dada. Mereka tahu Arofi berbuat asusila karena sebenarnya kedua korban sudah siuman dari pingsan, tapi masih lemas.
Berdasarkan keterangan korban dan tujuh saksi, Arofi hanya mengobati dua orang dari belasan korban kesurupan. Hal ini yang mengherankan polisi. “Saksi ahli memberitahu kami bahwa kedua korban sampai saat ini masih mengalami depresi dan trauma,” ujar Sutiyo.
Arofi menyangkal telah berbuat asusila kepada dua siswinya. Menurut pria berusia 46 tahun ini, ia hanya mau mengobati kedua korban di dalam mobil karena di dalam tenda kemah basah karena guyuran hujan deras. Arofi membacakan Ayat Kursi dan Surah Al-fatihah, serta merapal doa lebih dulu, baru memegang urat nadi, meniup dua daun telinga, dua mata, dan mulut kedua korban supaya segera siuman.
“Saya sebagai kepala sekolah hanya ingin mengobati, tak ada maksud berbuat asusila. Saya pun tidak kenal siapa yang saya tolong saat itu. Saya tolong bersama dua-tiga orang kakak pembina,” kata Arofi.
Arofi menduga kasus asusila yang dituduhkan kepadanya dilaporkan dua guru yang cemburu pada jabatan Arofi sebagai kepala MTs Bustanul Ulum selama sepuluh tahun dan belum diganti. Mengenai pergantian jabatan kepala sekolah menjadi kewenangan yayasan.
“Saya tidak rido dan tidak rela dilaporkan berbuat asusila. Anak yang sakit itu sama seperti anak saya sendiri. Tidak mungkin saya tega seperti itu. Sebenarnya kasus ini sudah islah, saling memaafkan, yang disaksikan banyak tokoh masyarakat, tapi ada guru yang mengajak wali murid melapor ke polisi,” kata Arofi, yang tinggal di RT 17 RW 06, Desa Wadung, Kecamatan Pakisaji.
Polisi menjerat Arofi dengan Pasal 76F Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Di Pasal 82 disebutkan bahwa pelanggar Pasal 76F dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun, serta denda minimal Rp 60 juta dan denda maksimal Rp 300 juta.
ABDI PURMONO