Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan sambutan saat penutupan perdagangan Index Saham Gabungan 2014 di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, 30 Desember 2014. Index harga saham gabungan (IHSG) saat penutupan perdagangan tercatat menguat 0,94% di level 5.226,95. Tempo/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pemerintah tidak terpengaruh ancaman Australia yang akan memboikot dengan meminta warga negaranya tidak berlibur ke Bali. Ancaman ini merupakan buntut dari amarah Australia atas rencana hukuman mati terpidana narkotik asal Negari Kanguru.
Menurut dia, Indonesia merupakan negara berdaulat yang memiliki fondasi hukum sendiri. "Kami pertimbangkan saran dari Australia, tapi tidak pertimbangkan ancamannya," kata Kalla di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Selasa, 17 Februari 2015. "Bisa saja ada dampak, tapi itu risiko dari negara berdaulat."
Jusuf Kalla berujar, penerapan hukuman mati di Indonesia bagi terpidana narkotik tidak mengganggu kedaulatan hukum di Australia. Artinya, tutur Kalla, Indonesia mempunyai kuasa penuh untuk menerapkan hukuman sesuai dengan perundang-undangan yang ada.
Dia mengakui banyak pihak yang tidak senang dengan kebijakan Indonesia menghukum mati terpidana narkoba. Salah satunya adalah Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon, yang meminta Indonesia membatalkan hukuman mati dua terpidana narkotik asal Australia, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan. Namun, bagi Kalla, pernyataan Ki-moon itu merupakan saran kepedulian.
"Tentu Ban Ki-moon memberikan peringatan ke negara mana pun, seperti ke negara Suriah dan Irak. Tapi ini, kan, hukum Indonesia," ujarnya. "Semua orang boleh tidak senang, tapi tetap hukum berada di atas pandangan itu."
Kamis pekan lalu, Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop mengancam akan melarang warganya berlibur ke Indonesia jika eksekusi mati Andrew Chan dan Myuran Sukumaran dilaksanakan. Bishop mengatakan akan memboikot sektor pariwisata Indonesia di Pulau Bali, yang kunjungan wisatawan mancanegaranya didominasi dari Australia.