TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengungkapkan beberapa kendala pelaksanaan hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba. Jaksa Agung tak hanya mendapat protes keras dari lembaga pegiat hak asasi manusia, tapi juga menghadapi kekosongan hukum permohonan peninjauan kembali, biaya, dan lokasi eksekusi.
"Kendala legislasi soal permohonan peninjauan kembali memerlukan pemecahan segera. Sedangkan di lapangan kami terhambat ketika mencari tempat yang aman dan kondusif," kata Prasetyo dalam rapat dengan Komisi Hukum di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 28 Januari 2015. (Baca: PKBI Tolak Eksekusi Mati Narapidana Narkoba)
Berikut ini beberapa kendala pelaksanaan eksekusi mati:
1. Kekosongan hukum dasar permohonan pengajuan peninjauan kembali.
Terpidana saat ini belum dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali lebih dari satu kali karena belum ada aturan yang mengatur pelaksanaan putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013. Kejaksaan memerlukan peraturan pemerintah untuk mengatur tata cara PK, pengertian novum, dan batas waktu terpidana untuk mengajukan PK. (Baca:Jokowi Diminta Napalm Death Ampuni Terpidana Mati)
2. Biaya
Awalnya Kejaksaan akan melaksanakan eksekusi di Kepulauan Seribu, namun biayanya mencapai Rp 258 juta. Sedangkan pelaksanaan di tempat lain pun membutuhkan biaya akomodasi yang mahal. Kejaksaan mematok biaya eksekusi Rp 200 juta per orang.
3. Tempat yang aman dan kondusif
Kejaksaan mencari tempat yang jauh dari keramaian dan aman. Eksekusi akhirnya dilakukan di Pulau Nusakambangan dan Boyolali. Prasetyo membeberkan, masih banyak penyusup dari pegiat HAM dan media yang mencoba melihat langsung eksekusi, padahal pihaknya sudah memilih lokasi yang jauh.
4. Cuaca
Pelaksanaan hukuman mati terhadap enam terpidana pada 18-19 Januari 2015 molor dari jadwal karena cuaca buruk. Kejaksaan berencana menembak terpidana tepat pada pukul 00.00 WIB, namun hukum baru bisa dilaksanakan pada 00.30 WIB dan 00.46 WIB.
5. Permintaan terakhir terpidana mati
Kejaksaan bertanggung jawab memenuhi permintaan terpidana hingga jasadnya dikembalikan ke keluarga. Prasetyo bercerita, ada salah satu terpidana yang meminta dipakaikan baju khas Vietnam sebelum dieksekusi. Selain itu, terpidana asal Nigeria meminta agar jasadnya dimakamkan di negara asalnya. "Kami juga penuhi permintaan kremasi," kata Prasetyo.
Pertengahan bulan ini, Kejaksaan telah mengeksekusi enam terpidana mati narkoba, yaitu Ang Kim Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya (warga Belanda), Marco Archer Cardoso Mareira (Brasil), Namaona Denis (Malawi), Daniel Enemua (Malawi), dan Rani Andriani atau Melisa Aprilia (Indonesia)--yang dieksekusi di Pulau Nusakambangan-- serta Tran Thi Bich, yang dieksekusi mati di Boyolali, Jawa Tengah.
PUTRI ADITYOWATI
Berita Lain
Menteri Tedjo, Jaya di Laut Gagal di Darat
Selalu Bilang Next, Ceu Popong Tegur Menteri Anies
Pengacara Budi Gunawan Kini Incar Penyidik KPK
KPK Rontok, Giliran Yusuf PPATK 'Diteror' DPR