Jaksa Agung Prasetyo mengikuti acara pelantikan dirinya oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, 20 November 2014. ANTARA/Widodo S. Jusuf
TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung M. Prasetyo mengapresiasi terbitnya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 07 Tahun 2014 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana. Terbitnya SEMA itu memudahkan lembaganya mengeksekusi mati terpidana kasus pembunuhan berat dan narkoba.
"Akhirnya, Mahkamah menerbitkan SEMA itu. Ini langkah yang baik agar semua ada kejelasan hukum dalam melakukan eksekusi mati," kata Prasetyo saat dihubungi Tempo, Kamis, 1 Januari 2015. "Peninjauan kembali memang harus diatur dalam ketentuan yang jelas dan mengikat secara hukum." (Baca: MA Putuskan Peninjauan Kembali Hanya Sekali)
Mahkamah Agung menerbitkan surat edaran pembatasan permohonan peninjauan kembali. Surat edaran itu membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana--biasa disebut dengan KUHAP--yang membolehkan PK dilakukan lebih dari satu kali.
Dengan terbitnya SEMA tersebut, terpidana hanya bisa mengajukan PK satu kali. Dasar SEMA mengacu pada Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 66 Undang-Undang Mahkamah Agung, bukan mengacu pada Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi. (Baca: Aturan Pembatasan PeninjauanKembali Terbit 2015)
Menurut Prasteyo, dengan diterbitkannya SEMA tersebut, terpidana yang sudah pernah mengajukan PK dan ditolak grasinya oleh presiden kini dapat segera dieksekusi tanpa harus ditunda lagi. Sebelum adanya SEMA, terpidana sering kali menggunakan alasan putusan MK untuk mengulur waktu eksekusi mati dan mencoba mencari celah novum.
Prasetyo menyatakan dua terpidana narkoba, yakni Agus Hadi dan Pujo Lestari, yang sudah telanjur mengajukan PK pada 15 Desember 2014 kini hanya menunggu ketetapan hukum dari Mahkamah. "Kami tidak bisa langsung membatalkan, biarkan menunggu ketetapan Mahkamah soal perkara PK mereka," ujarnya. "Setelah ada ketetapan, baru kami bisa mengeksekusi." (Baca: Kejagung: Eksekusi Terpidana Mati Ditunda)