Mengapa KPK Kukuh Tolak RUU KUHP?  

Reporter

Editor

Anton Septian

Jumat, 12 Desember 2014 13:55 WIB

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi memperlihatkan foto sidak dan barang bukti berupa buku berjudul 'A Journey to Memory of Old Greece' yang didalamnya terdapat kotak penyimpanan milik salah satu tahanan KPK saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, 27 November 2014. TEMPO/Eko Siswono Toyudho

TEMPO.CO, Jakarta - Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) segera dijadikan prioritas dalam program legislasi nasional tahun depan. Namun, rancangan beleid tersebut masih memicu pro-kontra. Komisi Pemberantasan Korupsi menganggap aturan baru itu akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi.

"Kalau perubahan itu memang perlu dilakukan, korupsi harus tetap dilihat sebagai kejahatan luar biasa, jangan di-downgrade jadi kejahatan biasa," kata juru bicara KPK, Johan Budi, Jumat, 12 Desember 2014.

Menurut Johan, KPK sudah mengkaji perubahan dalam draf undang-undang tersebut melalui diskusi dengan berbagai pihak. Kajian KPK, kata Johan, menemukan kelemahan dalam draf yang dapat menghambat pemberantasan korupsi oleh KPK.

Di antaranya, sebagaimana dimuat dalam situs KPK, RUU KUHP merekodifikasi beberapa kejahatan luar biasa, yaitu korupsi, pelanggaran hak asasi manusia, terorisme, narkotik, dan pencucian uang. Pengesahan draf beleid ini menjadi KUHP yang baru akan membawa implikasi hukum tidak berlakunya Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, dan Undang-Undang Pencucian Uang, sehingga menghapus eksistensi dan kewenangan KPK. (Baca: Benarkah Foke Dincar KPK di Kasus Rekening Gendut?)

"Kalau belum ada perubahan dalam draf tersebut, KPK akan tetap menolak RUU KUHP," ujar Johan.

Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Wicipto Setiadi mengatakan tim khusus masih bekerja untuk menyempurnakan draf RUU KUHP sebelum diserahkan untuk dibahas DPR. Menurut Wicipto, ada perubahan pada draf baru ini dibanding yang sudah diserahkan pada DPR sebelumnya. "Bicara persentase perubahan agak sulit, tapi yang pasti ada yang dikeluarkan dan ada yang ditambah," katanya.

Perubahan itu, ujar Wicipto, dilakukan untuk merespons kritik dan masukan tentang RUU KUHP dari berbagai pihak, termasuk KPK. Dia juga mengingatkan bahwa yang tertuang dalam RUU KUHP belum harga mati. "Masih ada kesempatan untuk memberikan masukan dan dibahas bersama di DPR."



MOYANG KASIH DEWIMERDEKA

Baca berita lainnya:
Ditemukan, Kapal Selam Nazi Menyusup ke Laut Jawa
Netizen: Fahrurrozi Gubernur FPI sampai Kiamat

Pemred Jakarta Post Jadi Tersangka Penistaan Agama

Kubu Ical Mau Rapat di Slipi, Yorrys: Siapa Lu

Berita terkait

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

7 jam lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

9 jam lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

17 jam lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

1 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

1 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

1 hari lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

1 hari lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

2 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

2 hari lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

2 hari lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya