TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Imam Prasodjo mengatakan Presiden Joko Widodo bisa mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) untuk memilih pengganti Komisioner KPK Busyro Muqqodas.
Cara ini dilakukan agar keputusan yang diambil KPK tidak digugat. "Apakah ingin pilih selain Busyro dan Robby tidak apa-apa," kata Imam ketika dihubungi Tempo, Kamis, 27 November 2014. (Baca: DPR Konsultasi MK Soal Seleksi Pimpinan Baru KPK )
Masa jabatan Busyro akan habis pada 10 Desember mendatang. Presiden saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono, sudah mengirimkan dua nama ke Dewan Perwakilan Rakyat, Busyro dan Roby Arya Brata.
Namun, Komisi Hukum menginginkan seleksi lima calon pimpinan KPK sekaligus tahun depan. Masa kerja Ketua KPK Abraham Samad dan tiga Komisioner lainnya, Bambang Widjojanto, Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja akan berakhir pada Desember 2015 mendatang. Busyro dan Roby tetap diikutkan dalam proses seleksi itu.
Imam mengatakan SBY pernah mengeluarkan Perpu saat Antasari Azhar, Ketua KPK saat itu, terjerat masalah hukum. Posisi mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung itu lalu digantikan dengan Mas Achmad Santosa. "Ini supaya bisa segera diisi," ucap Imam. "Perpu dikeluarkan dalam keadaan genting."
Menurut Imam, posisi salah satu pimpinan KPK tidak boleh kosong. Sebab berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, ada aturan yang mengamanatkan pemimpin Komisi Antirasuah harus berjumlah lima orang. "Jika KPK keluarkan keputusan, dikhawatirkan bakal rentan dipertanyakan," ujar Imam.
Sebelumnya, Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang juga menjadi anggota pansel KPK Amir Syamsuddin mengatakan Jokowi bisa mengeluarkan Perpu jika sampai 10 Desember nanti DPR tidak juga memilih satu dari dua nama yang diserahkan SBY. "Jika tidak terisi, satu-satunya cara mungkin itu," ucap Amin, Selasa lalu.