Tak Pakai Pengacara, Florence Nilai Dakwaan Cacat
Editor
Evieta Fadjar Pusporini
Rabu, 19 November 2014 15:10 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta - Florence Salina Sihombing, terdakwa penghinaan melalui media sosial Path, menilai dakwaan jaksa penuntut umum tidak sah dan cacat hukum. Alasannya, berita acara pemeriksaan dari polisi direkayasa.
Ia membaca eksepsi di Pengadilan Negeri Yogyakarta tanpa didampingi pengacara seperti sidang sebelumnya. Ia membaca eksepsi yang ia buat sendiri selama satu jam, Rabu, 19 November 2014.
"Status di Path juga terbatas hanya 150 pertemanan, ada yang menyebarkan melalui screen capture. Saya melaporkan yang menyebarkan itu," kata Florence. (Baca: Ahli Hukum: Florence 'Status Path' Layak Bebas)
Dalam sidang yang dipimpin oleh hakim Bambang Sunanta itu dipertanyakan soal pengacara. Florence beralasan dirinya belum mendapatkan penasihat hukum, tapi ia siap melanjutkan sidang.
Menurut Florence, dakwaan jaksa cacat hukum dan tidak sah karena penyidik di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Daerah Istimewa Yogyakarta dinilai salah dalam menetapkannya sebagai tersangka. Dalam surat panggilan tidak dijelaskan kapasitasnya sebagai saksi, tersangka, atau lainnya. Hal itu terjadi pada 29 Agustus 2014, sekitar pukul 11.00. Namun ia tetap datang pukul 13.00 WIB.
Florence diperiksa hingga pukul 15.00. Satu jam berikutnya, ia ditetapkan menjadi tersangka. Namun Florence tidak mau menandatangani berita acara pemeriksaan. Alasannya, ia tidak didampingi oleh penasihat hukum. Bahkan ia tidak sempat berkomunikasi dengan keluarga karena telepon selulernya disita oleh penyidik.
Namun, esok harinya, Florence mau menandatangani BAP karena diiming-imingi akan ditangguhkan penahanannya. Sebab, seusai diperiksa, ia langsung ditahan dengan alasan tidak kooperatif. Ia pun menandatangani BAP pada 30 Agustus 2014. Padahal saat itu tidak ada pemeriksaan.
<!--more-->
Florence juga menyoal penyitaan telepon selulernya. Sebab, penyitaan tidak dilengkapi dengan persetujuan dari pengadilan setempat. Lagi pula polisi dituduh telah merusak aplikasi iPhone-nya dan merusak kata sandinya.
Soal tuduhan dirinya menghina pada akun Path-nya, Florence membantah. Secara spesifik, hal itu tidak ditujukan kepada orang per orang, melainkan Yogyakarta secara umum, yaitu kota.
Dengan alasan-alasan yang telah ia bacakan, mahasiswa S-2 Notariat Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada itu minta hakim menggugurkan dakwaan jaksa. Ia memohon kepada hakim untuk dibebaskan dari segala dakwaan. "Dalam minggu-minggu ini saya belum mau didampingi pengacara," kata Florence seusai sidang. (Baca: Waspada Hadapi Bully di Sosial Media)
Hakim Bambang menanyakan kepada jaksa Retno untuk tanggapannya. Jaksa minta waktu satu minggu untuk menyiapkan jawaban. "Minta satu minggu, Yang Mulia," kata jaksa.
Sebelumnya, jaksa menjerat Florence dengan Pasal 27 ayat 3 atau Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Tahun 2008 tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). Pasal 27 ayat 3 berbunyi: setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Pasal 28 ayat 2 berbunyi: dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku agama ras dan antar-golongan atau SARA.
SYAIFULLAH
Berita Terpopuler
BEM Indonesia Akan Turunkan Jokowi
Ceu Popong Ajukan Pertanyaan 'Bodoh' di Paripurna
Ibas Bandingkan Kenaikan BBM Era SBY dan Jokowi
Mengapa Harga BBM Hanya Naik Rp 2.000?