Seorang narapidana memasukkan surat suara ke dalam kotak suara saat berlangsung Pilpres 2014 di TPS 12 Lapas Wanita Klas II A, Malang, Jawa Timur, Rabu 9 Juli 2014. TEMPO/Aris Novia Hidayat
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini menyebut pemungutan suara dengan sistem elektronik alias e-voting dalam pemilu akan meningkatkan kualitas dan kredibilitas demokrasi. "Penguatan basis yang harus dibangun justru kepercayaan masyarakat pada penyelenggaraan pemilu," katanya di gedung Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, 7 November 2014. (Baca: E-Voting Diklaim Bisa Hemat Biaya Pemilu)
Menurut dia, kepercayaan merupakan kunci penyelenggaraan pemilu yang adil dan jujur. Sebab, dia menambahkan, tanpa kepercayaan itu, potensi konflik sosial dalam proses pemilu masih tinggi. "Sebaik apa pun metode dan sumber daya manusia, tapi bila masyarakat sudah tak percaya, maka menjadi sia-sia belaka," ujarnya.
Titi menyarankan KPU membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemilu e-voting. Sebab, metode ini mengubah paradigma masyarakat soal tata cara memilih pemimpin mereka. Menurut Titi, masyarakat harus diyakinkan bahwa pilihan mereka pada mesin pemilih benar-benar tersalurkan dan dikawal dengan transparan. "Proses uji coba tak boleh sekali-dua kali atau hanya di satu kabupaten saja, tapi berkali-kali dan mencakup mayoritas wilayah," tuturnya.
Anggota KPU, Hadar Gumay, sepakat dengan saran Titi ini. Berkaca pada pengalamannya memantau pemilu di Filipina, uji coba dan kajian terhadap e-voting dilakukan berkali-kali dalam pemilihan di daerah. "Bahkan sistem itu diuji pada 40 persen wilayah di Filipina, baru diangkat untuk dipakai di pemilu nasional," kata Hadar.
Catatan Perolehan Suara Peserta Pemilu Pasca Reformasi, Siapa Jawaranya?
19 Februari 2024
Catatan Perolehan Suara Peserta Pemilu Pasca Reformasi, Siapa Jawaranya?
Pelaksanaan pemilu dalam era reformasi telah dilakukan enam kali, yaitu Pemilu 1999, Pemilu 2004, Pemilu 2009, Pemilu 2014, Pemilu 2019 dan Pemilu 2024.