Banyuwangi Disiapkan Jadi Sentra Durian Merah
Editor
Rini Kustiani
Sabtu, 27 September 2014 02:56 WIB
TEMPO.CO, Banyuwangi - Forum Pemerhati Holtikultura, bersama Pemerintah Banyuwangi, Jawa Timur, menanam seribu bibit pohon durian merah, pada Kamis, 25 September 2014. Targetnya, 25 ribu bibit durian merah akan ditanam hingga 2015 mendatang.
Bibit durian merah berusia 6 bulan itu ditanam di kebun-kebun warga di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah. Kepala Bidang Riset dan Pengembangan, Forum Pemerhati Holtikultura, Eko Mulyanto, mengatakan, desa ini akan dijadikan sentra durian merah karena letak geografisnya yang dekat dengan Gunung Ijen dan Selat Bali. "Pengaruh sulfur dan mineral laut diduga kuat membuat rasa durian merah Desa Kemiren enak dan legit," katanya, Kamis 25 September 2014.
Ada dua jenis bibit durian merah yang ditanam yakni Musang Merah dan F1 Dubang. Bibit tersebut dikembangkan secara orisinal composite yakni dari biji durian merah aslinya. Bibit Musang Merah dikembangkan dari pohon durian merah asli Desa Kemiren yang buahnya nanti berwarna merah muda. Sedangkan F1 Dubang dikembangkan dari pohon durian dari Kecamatan Songgon yang warnanya pelangi antara merah dan kuning.
Bibit durian merah tersebut akan berbuah pada usia 7 hingga 12 tahun mendatang. Kelebihannya, pohon durian ini nantinya bisa berusia ratusan tahun seperti induknya yang telah berusia 2 abad.
Menurut Eko, berikutnya, sentra durian merah akan dikembangkan di empat kecamatan lain yakni Licin, Giri, Kalipuro dan Songgon. Selain menggunakan biji, Forum Pemerhati Holtikultura akan menggunakan metode top working yakni mengganti pucuk ranting durian putih dengan ranting durian merah. Metode ini akan membuat pohon durian berbuah hanya dalam waktu 2,5 tahun. "Nantinya seluruh durian Banyuwangi berwarna merah," kata Eko.
Saat ini produksi durian di Banyuwangi mencapai 3 ribu ton per tahun dengan 1.500-1.700 butir di antaranya adalah jenis durian merah. Dari hasil pendataan, ditemukan sedikitnya 300 pohon durian merah yang tersebar di lima kecamatan. Untuk memenuhi kebutuhan Banyuwangi saja, jumlah produksi durian merah masih kurang. Sehingga, Eko optimistis pasar durian merah cukup besar.
Menurut Eko, penelitian pengembangan bibit durian merah tersebut telah dirintis sejak tahun 2009. Kemudian, pada 2013, Forum Pemerhati Holtikultura mulai memperbanyak bibit. "Saat ini baru ada 6 ribu bibit," kata dia.
Eko menginventarisasi ada 62 varian durian merah dan 32 di antaranya telah dipublikasikan. Dari 32 varian itu, hanya 25 jenis yang bisa dikonsumsi. Sisanya berasa sedikit pahit dan dagingnya terlalu tipis. Eko membagi 25 varian itu menjadi tiga kelompok berdasarkan corak, yakni merah penuh (blocking), pelangi yang terdiri dari warna merah-kuning-oranye serta grafis yang warna merahnya membentuk motif.
Pohon durian tertua berusia 277 tahun adalah milik Serad yang dijaga turun-temurun oleh 5 generasi sebelumnya. Menurut Eko, tuanya usia pohon durian itu bisa dilihat dari diameter batangnya yang mencapai 4 meter dan tingginya 50 meter. Diameter batang terbentuk dari pertumbuhan kambium sebesar 1 cm per tahun. "Bila dipeluk butuh 3 orang dewasa," kata alumnus pascasarjana Agronomi dari Universitas Sam Ratulangi, Manado ini.
Eko Mulyanto mengakui dubang kini paling diburu konsumen. Kandungan vitamin dubang lebih lengkap dibandingkan durian putih atau kuning yang hanya mengandung karbohidrat dan glukosa. Vitamin pada dubang terdiri dari fitosterol yang mendorong relaksasi, fitohormon yang bisa mencegah penuan dini, serta afrodisiak. "Afrodisiak inilah yang bisa memperkuat tubuh," kata ayah beranak dua itu.
Padahal jauh sebelum Banyuwangi serius mengembangkan durian merah, menurut Eko, Thailand dan Singapura lebih dulu meneliti budidaya durian merah tersebut. Thailand meneliti sejak 2012 dan setahun berikutnya Singapura datang meneliti hal serupa.
Serad, pemilik pohon durian merah tertua, mengatakan, bangga akhirnya pohon durian merah bisa ditanam massal di Banyuwangi. "Penghasilan warga juga akan meningkat," kata dia, Kamis.
Durian merah milik Serad diberi nama 'Siwayut', kependekan dari durian warisan buyut. Setiap panen di bulan Januari-Maret, Siwayut yang hanya berbuah 300-an butir selalu jadi buruan. Hampir setiap hari, 4-5 orang menunggu semalaman suntuk hingga Siwayut jatuh sekitar pukul 2 dini hari. Serad akhirnya mendirikan pondok bambu berukuran 1,5 x 2 meter sebagai tempat pemburu itu menunggu.
Para pemburu Siwayut kebanyakan laki-laki, karena durian merah dipercaya bisa meningkatkan vitalitas. Harga durian merahnya dibanderol Rp 50-100 ribu per butir. Supaya Siwayut bisa dinikmati banyak orang, Serad membatasi pembeli maksimal 4 butir. "Saya juga tak melayani pengepul atau pedagang," kata kakek, 74 tahun ini.
IKA NINGTYAS
Topik terhangat:
Koalisi Jokowi-JK | Kabinet Jokowi | Pilkada oleh DPRD | Parkir Meter | IIMS 2014
Berita terpopuler lainnya:
'Jangan Ada Pemberlakuan Jilbab untuk Non-Muslim'
Parkir Meter, DKI Raup Rp 120 miliar Setahun
Dolmen Ditemukan di Semak-semak Gunung Padang
RUU Pilkada, Kubu Jokowi Merasa Dibohongi Demokrat
Era Pilkada Langsung Akhirnya Tamat