TEMPO.CO, Kupang - Gubernur Nusa Tenggara Timur Frans Lebu Raya membantah isu yang menyebutkan bentrok antarwarga dua desa di Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, Ahad, 17 Agustus 2014, berkaitan dengan sentimen suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
"Konflik yang terjadi di Lembata murni persoalan batas desa. Tak ada sangku paut dengan SARA," katanya kepada wartawan di Kupang, Senin, 18 Agustus 2014. (Baca: Ratusan Polisi Dikerahkan ke Lembata)
Dia mengaku telah berkoordinasi dengan pemerintah Lembata untuk segera ke lokasi guna meredam konflik antarwarga. "Mudah-mudahan hari ini Pak Bupati sudah ke sana," katanya. Dia menuding ada pihak tak bertanggungjawab yang mengaitkan masalah tersebut dengan isu SARA. Namun, masalah yang terjadi di Wulandoni benar-benar murni masalah batas desa.
Karena itu dia mengimbau pimpinan umat beragama di wilayah itu agar bisa menenangkan umatnya serta tidak terpancing dengan isu-isu yang berkembang yang dapat memperkeruh suasana. "Saya minta semua pihak untuk menahan diri," katanya.
Menurut Frans Lebu, bentrok antarwarga dua desa itu mengakibatkan ratusan warga mengungsi ke desa tetangga, seperti Puor dan Lamalera. Untuk mengatasi bentrokan ini pihak kepolisian sudah diminta untuk menutup akses masuk, baik ke Wulandoni dan Pantai Harapan, guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. "Kami terus berkoordinasi untuk menyelesaikan bentrokan tersebut," katanya.