TEMPO Interaktif, Jakarta:Debat publik yang diselenggarakan majalah Pakar untuk membahas pemberhentian enam Pimpinan Harian Pusat (PHP) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Jakarta, Minggu (27/3) tidak membawa hasil yang memuaskan. Karena yang hadir dalam dialog itu hanya dari kubu yang dipecat, yaitu kubu Suryadharma Ali. Sedangkan pihak Hamzah Haz yang juga turut diundang tidak hadir dalam acara itu sehingga dialog hanya berisi pernyataan dan keterangan dari pihak yang dipecat. Dari pihak yang dipecat, hadir dan sekaligus menjadi pembicara dalam acara itu adalah Zarkasih Nur, Emron Pangkapi, dan Ermalena. Adapun pembicara lain adalah anggota majelis pakar, Eggy Sujana, wakil sekretaris majelis pakar,Muhammad Rodja dan anggota majelis pertimbangan partai Faisal Baasir. Acara ini dimoderatori oleh sekretaris majelis pakar, Husnan Bey Fananie yang sekaligus pemimpin umum majalah Pakar. Secara umum, keterangan yang berkembang dalam dialog tersebut cenderung berpihak pada kubu yang dipecat.Zarkasih Nur mengaku kecewa dengan ketidakhadiran pihak Hamzah Haz. "Saya sebenarnya sangat mengharapkan kehadiran kawan-kawan PHP yang lain,"ujarnya. Zarkasih mengungkapkan bahwa forum ini dapat digunakan untuk mencari objektivitas dan kebenaran serta mendialogkan masalah pecat memecat di tubuh PPP.Selanjutnya Zarkasih menuturkan kronologis pemecatan, berawal dari Silaturahmi Nasional (Silatnas) ,larangan menghadiri Silatnas,sampai pada pemecatan. "Silatnas adalah forum untuk perbaikan. Larangan Silatnas adalah perbuatan zolim,"katanya.Menurut Emron Pangkapi salahs eorang yang dipecat kubu Hamzah Haz, pertimbangannya mendukung Silatnas karena PPP perlu forum untuk mengevaluasi kegagalan PPP pada pemilu 2004. Forum itu lahir, karena tersumbatnya komunikasi internal partai. "Sebab itu ada keinginan luar struktur partai untuk silaturahmi,"katanya. Menurut Emron, silaturahmi adalah anjuran agama. "Selama partai berpegang pada asas Islam, tidak ada alasan pimpinan untuk melarang apa yang dianjurkan Islam,"katanya. Harun Mahbub