Matt Christopher Lockley yang sedang mabuk, mencoba masuk ke dalam kokpit pesawat Virgin Australia. Pesawat ini diduga dibajak karena saat mendarat komunikasi mendadak terputus. AP/Firdia Lisnawati
TEMPO.CO, Jakarta - Guru besar hukum internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan aparat hukum Indonesia memiliki kewenangan untuk menindak Matt Christopher, warga Australia yang "membajak" pesawat Virgin Australia di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Jumat, 25 April 2014. (Baca: Pakar: "Pembajak" Virgin Bisa Diadili di Indonesia)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, pria berusia 28 tahun itu bisa dijerat Pasal 412 ayat (1) dengan ancaman hukuman 2 tahun penjara dan denda maksimal Rp 500 juta. "Aparat hukum Indonesia harus menuntaskan kasus ini demi menegakkan wibawa hukum," katanya kepada Tempo, Sabtu, 26 April 2014.
Selain menegakkan peraturan, Hikmahanto mengatakan, sanksi bagi Christoper bisa memberi pesan bahwa pemerintah Indonesia akan menjatuhkan hukuman kepada siapa pun yang melakukan tindak kejahatan di wilayahnya. Namun dia juga menyebutkan bisa saja Kepolisian Republik Indonesia melepaskan kewenangan penyelidikan dan membiarkan Australia menindak Christoper. (Baca: 'Pembajak' Pesawat Virgin Bawa Obat-obatan ).
Sebelumnya Christoper dibekuk polisi setelah menyebabkan insiden di dalam pesawat Virgin Australia VOZ41 rute Brisbane-Denpasar. Pria ini dikabarkan mabuk dan menggedor-gedor pintu kokpit pesawat. (Baca: Insiden Virgin Sebabkan Delay di Beberapa Kota)
Pilot pesawat pun menyangka terjadi pembajakan dan mengirimkan sinyal 7500 (sinyal pembajakan) ke menara pengawas lalu lintas udara (Air Traffic Controller/ATC). Christoper kemudian dilumpuhkan dan pesawat Boeing 737-800 yang mengangkut 137 penumpang serta enam kru ini mendarat di Bandara Ngurah Rai.