Bandara Ngurah Rai, Denpasar tempat tergelincirnya pesawat Lion Air. Ratusan penumpang terluka (13/4) dailymail.co.uk
TEMPO.CO, Bali - Sidang kasus korupsi dana parkir Bandara Ngurah Rai yang merugikan negara hingga Rp 20 miliar diwarnai aksi demo dari keluarga dan simpatisan terdakwa Chris Sedana Putra. Sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Kamis, 3 April, ini dinilai tak berusaha mengungkap aktor utama.
Puluhan pengunjuk rasa membawa sejumlah poster yang antara lain bertuliskan "Bongkar Mafia Hukum", "Jaksa dan Hakim Jangan Diskriminatif", dan "Kejar Pelaku Utama".
"Terdakwa hanya pemilik saham minoritas dan tidak mengendalikan perusahaan, jadi bukan penentu dalam perusahaan," kata Tony Sedana dalam aksi itu.
Dalam tuntutannya, mereka mendesak hakim untuk lebih teliti mengungkap rekayasa dalam penyusunan berita acara pemeriksaan dan dalam kesaksian di persidangan. Apalagi jaksa enggan menghadirkan Putu Agung Prianta sebagai saksi. Padahal saksi-saksi lainnya menyebutkan operasional perusahaan dikendalikan oleh pemilik saham mayoritas itu.
Aksi unjuk rasa ini sempat diamankan puluhan aparat kepolisian yang mendatangi lokasi. Namun aksi bubar sendiri setelah sidang dimulai dengan agenda pemeriksaan terdakwa Chris Sedana Putra.
Dalam kesaksiannya, Chris kembali menegaskan dirinya memang menjadi Direktur Utama PT Penata Sarana Bali (PSB) yang bekerja sama dengan PT Angkasa Pura (PAP) dalam mengelola parkir bandara. Namun dia hanya difungsikan sebagai humas untuk berhubungan dengan PAP, pihak Pemerintah Kabupaten Badung dan desa adat. "Seluruh kebijakan dikendalikan oleh Agung Prianta, termasuk soal pengeluaran uang," ujarnya.
Berdasarkan dakwaan jaksa, kasus korupsi parkir Bandara Ngurah Rai terjadi pada 1 November 2009-8 Desember 2011. Pendapatan dari pengelolaan parkir bandara itu mencapai Rp 29,27 miliar. Namun PT PSB sebagai pengelola hanya menyetorkan Rp 8,45 miliar kepada PT Angkasa Pura I sehingga ada selisih Rp 20,82 miliar.
Pada periode Oktober 2008-Oktober 2009, pendapatan parkir bandara itu mencapai Rp 10,52 miliar. Namun yang disetorkan hanya Rp 3,34 miliar sehingga ada selisih Rp 7,18 miliar.
Agung Prianta tak pernah hadir dalam persidangan meski telah tiga kali dipanggil jaksa. Dia beralasan sedang menjalani medical check up di Singapura.
Jaksa pun membacakan keterangannya saat diperiksa di Kejaksaan Agung yang menyatakan Prianta adalah komisaris utama yang tidak mengetahui masalah-masalah teknis. "Operasional sehari-hari diserahkan kepada Direktur Utama Chris Sedana," ujarnya.
Dia juga tidak mengetahui langsung adanya kerja sama dalam pengelolaan parkir bandara dengan PT Angkasa Pura dan hanya mendapat laporan dari Dirut.
Mengenai fungsi komisaris untuk mengawasi perusahaan, Prianta menyatakan hal itu hanyalah secara kekeluargaan dan tidak dilakukan pengawasan secara ketat.
Dia bahkan menyatakan selama tiga tahun terakhir sudah tidak tidak menerima gaji dari PT PSB sebesar Rp 8 juta, yang mestinya dibayarkan setiap bulan. Mengenai adanya selisih setoran yang berbeda dengan perjanjian, Prianta mengaku mengetahui hal itu setelah mendapat pemberitahuan dari pihak PAP.
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara di Sulawesi Masih Ditutup Sementara Hari Ini
2 hari lalu
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara di Sulawesi Masih Ditutup Sementara Hari Ini
Sejumlah bandara di wilayah udara Sulawesi masih ditutup operasionalnya hari ini akibat sebaran abu vulkanik dari Gunung Ruang yang kembali erupsi. AirNav Indonesia mengumumkan setidaknya ada lima bandara di wilayah Sulawesi yang penutupan operasionalnya diperpanjang.