Dua anggota TNI memperhatikan kobanran api yang membakar ribuan hektar kawasan hutan di Desa Selinsing, Kabupaten Bengkalis, Riau (10/3). ANTARA/Aswanddy Hamid Wandy
TEMPO.CO, Pekanbaru - Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Riau Said Saqlul menyebutkan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi sejak awal Februari lalu telah menghanguskan 19.538 hektare lahan milik masyarakat dan perusahaan. "Dari data yang masuk sudah 19 ribu hekatre lebih lahan terbakar di sejumlah wilayah Riau," katanya kepada wartawan, Selasa, 18 Maret 2014.
Adapun wilayah yang paling luas mengalami kebakaran lahan yakni Bengkalis (7.836 hektare), Meranti (6.339 hektae)r, Rokan Hilir (2.504 hektare), Siak (1.128 hektare), Indragiri Hilir (329 hektare), Kampar (225 hektare), Pelalawan (162 hektare), Dumai (929 hektare), Indragiri Hulu (142 hektare), dan Pekanbaru (18 hektare).
Menurut Said, hujan deras yang mengguyur Riau dalam tiga hari terakhir turut membantu pemadaman api di sejumlah titik. Pantauan satelit NOAA 18 hanya memantau 1 titik api di Indragiri Hilir, sementara satelit Terra dan Aqua tidak mendeteksi adanya titik api. Meski demikian, pemadaman terus dilakukan hingga lahan tidak mengeluarkan asap. "Sebanyak 10 pesawat dikerahkan untuk water bombing dan modifikasi cuaca," ujarnya.
Direktur Eksekutif Kamar Dagang dan Industri Riau Muhammad Herwan menyatakan dampak kebakaran hutan dan lahan di Riau membuat investasi serta perekonomian Riau merugi hingga Rp 15 triliun. "Perkiraan sementara sekitar 15 triliun," kata Herwan kepada Tempo.
Herwan menyebutkan kabut asap sisa kebakaran lahan telah melumpuhkan aktivitas perekonomian. Misalnya, penutupan Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru. Sejak sebulan yang lalu puluhan penerbangan terganggu akibat asap. Pedagang kecil-menengah mengaku mengalami penurunan omzet sampai 60 persen. "Penghasilan pedagang menurun, karena warga cenderung tidak keluar rumah akibat asap," ujarnya.
Sedangkan kerugian besar dialami sektor investasi perkebunan dan kehutanan. Banyak perkebunan produktif yang ludes terbakar. "Hal ini akan berdampak kepada pendapatan devisa negara dari perkebunan dan kehutanan," katanya.