Syarat Status Legal Kampus Swasta Dikaji Ulang  

Reporter

Editor

Sunu Dyantoro

Rabu, 26 Februari 2014 09:29 WIB

ilustrasi gelar sarjana

TEMPO.CO, Yogyakarta - Koordinator Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah V, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bambang Supriyadi mengatakan persyaratan untuk kampus swasta agar bisa menyandang status legal sedang dikaji ulang. Menurut dia Direktorat Perguruan Tinggi (Dikti) bersama perwakilan Kopertis di semua daerah sedang membahas perumusan syarat yang lebih tepat. "Akhir Februari ini akan keluar hasilnya," kata dia kepada Tempo pada Selasa, 25 Februari 2014.

Sebelumnya, ada surat edaran resmi dari Dikti mengenai rencana pengumuman lewat iklan ke media cetak tentang daftar kampus swasta legal di semua daerah. Pengumuman ke publik itu akan dilaksanakan pada 17 Maret 2014. Kampus-kampus yang tidak masuk dalam daftar itu dipastikan berstatus ilegal.

Di surat edaran itu, ada enam persyaratan agar kampus swasta bisa berstatus legal. Keenamnya yaitu, memiliki Akte Pendirian Yayasan yang disahkan Kementerian Hukum dan Ham, memiliki izin pendirian dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan tidak menyelenggarakan program kelas jauh.

Tiga syarat lainnya, menyelesaikan laporan untuk Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT) sampai tahun 2012, memiliki akreditasi dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) atau sudah mengajukannya sebelum September 2013, dan tidak memiliki konflik internal dalam masalah kepemilikan.

Menurut Bambang ada banyak kampus swasta menganggap syarat-syarat tersebut telalu memberatkan. Dia menilai sebagian persyaratan masih perlu diperdebatkan agar bisa tepat untuk menilai status kampus-kampus swasta. "Publikasi ini untuk memandu publik agar memilih kampus swasta yang benar-benar dipercaya," kata dia.

Dia menambahkan hanya ada sebagian syarat saja yang hampir pasti tidak berubah. Misalnya, larangan ada konflik kepemilikan kampus, penyelenggaraan kelas jauh, dan kewajiban memiliki izin. Bagi yang pernah melakukan pelanggaran berat seperti penipuan mahasiswa, statusnya jelas ilegal.

Di DIY, Kopertis V sementara ini memiliki data 107 Perguruan Tinggi Swasta. Menurut Bambang, jumlah itu akan dievaluasi lagi untuk menentukan kampus-kampus swasta yang bisa dianggap legal.

Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), Edy Suandi Hamid menyatakan organisasinya sudah tegas menolak rencana ini. Deklarasi penolakan muncul seusai Rapat Pengurus Pusat Pleno (RPPP) Ke-5 APTISI di Hotel Inna Garuda, Yogyakarta pada 22 Februari 2014 kemarin.

Menurut Edy, APTISI menolak pemberlakuan persyaratan legalitas kampus swasta sebagaimana disebut dalam surat edaran Dikti. Dia menilai, ada pencampuran logika antara kesalahan administrasi dan status ilegal pada kampus swasta. "Apabila beroperasi tanpa izin, memiliki dualisme kepemilikan atau konflik internal, melakukan penipuan dan sama sekali sudah tidak aktif, silahkan dicap ilegal," kata Rektor UII ini.

Namun, sejumlah persyaratan lain baru dalam kategori kesalahan apabila dilanggar. APTISI menganggapnya tidak bisa menjadi landasan untuk menuding suatu PTS ilegal. "Efeknya bisa luas dan merugikan banyak kampus yang sesungguhnya masih bisa dibenahi," kata Edy.

Dia berpendapat kampus swasta yang masuk dalam kategori hanya melakukan kesalahan tidak perlu dianggap ilegal. Menurut Edy justru semestinya Kemendikbud dan Dikti melakukan pembinaan. "Kalau salah, dibina dulu, agar memperbaiki kesalahan," kata dia.

Edy menjelaskan sejumlah syarat yang tidak relevan seperti larangan menyelenggarakan kelas jauh. Menurut dia peraturan itu baru fair dilaksanakan apabila penertiban juga dilakukan ke kampus negeri. "Banyak PTN juga menyelenggarakan kelas jauh."

Syarat lain, dia melanjutkan, mengenai kelambanan pengajuan akreditasi jurusan atau institusi. Menurut dia PTS bisa merugi apabila dicap ilegal hanya karena salah satu jurusan saja belum diajukan akreditasinya. "Ini memperhatikan adanya jurusan atau PTS yang baru," kata dia.

Apalagi, menurut Edy, pemerintah juga telat menerbitkan peraturan turunan UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Dikti yang melandasi operasional Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM). Lembaga itu dibentuk oleh APTISI untuk menangani proses akreditasi jurusan dan program studi di semua kampus swasta seluruh Indonesia.

Pembentukannya membantu BAN-PT untuk mengakreditasi semua jurusan dan institusi PTS. BAN-PT selama dianggap tidak memiliki kemampuan memadai mengkreditasi semua kampus dalam waktu dua tahun saja.

Syarat penyampaian laporan di Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT) juga memberatkan. Edy menilai masih banyak kampus swasta belum mampu menuntaskan laporan karena problem seperti ada dosennya yang juga mengajar di sekolah. "Untuk kesalahan seperti itu, PTS tidak bisa langsung dicap ilegal," kata dia.

ADDI MAWAHIBUN IDHOM

Berita terkait

Ikuti Gerakan di AS, Mahasiswa Pro-Palestina Berkemah di Kampus-Kampus Australia

1 hari lalu

Ikuti Gerakan di AS, Mahasiswa Pro-Palestina Berkemah di Kampus-Kampus Australia

Gelombang protes pro-Palestina di kampus-kampus Amerika Serikat telah menyebar ke berbagai universitas di Australia.

Baca Selengkapnya

Demo Dukung Palestina di Kampus AS Diberangus Polisi, PM Bangladesh: Sesuai Demokrasi?

1 hari lalu

Demo Dukung Palestina di Kampus AS Diberangus Polisi, PM Bangladesh: Sesuai Demokrasi?

Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina mengkritik pemerintah Amerika Serikat atas penggerebekan terhadap protes mahasiswa pro-Palestina

Baca Selengkapnya

Polisi Philadelphia Tolak Permintaan Kampus UPenn untuk Serbu Demo Dukung Palestina

1 hari lalu

Polisi Philadelphia Tolak Permintaan Kampus UPenn untuk Serbu Demo Dukung Palestina

Kepolisian Philadelphia menolak permintaan Universitas Pennsylvania untuk membubarkan paksa perkemahan mahasiswa pendukung demo Palestina

Baca Selengkapnya

Universitas Sciences Po Prancis Tolak Tuntutan Mahasiswa untuk Putus Hubungan dengan Israel

2 hari lalu

Universitas Sciences Po Prancis Tolak Tuntutan Mahasiswa untuk Putus Hubungan dengan Israel

Universitas Sciences Po di Paris menolak tuntutan mahasiswa untuk memutus hubungan dengan universitas-universitas Israel.

Baca Selengkapnya

Brown Jadi Universitas AS Pertama yang Pertimbangkan Divestasi dari Israel

2 hari lalu

Brown Jadi Universitas AS Pertama yang Pertimbangkan Divestasi dari Israel

Pengunjuk rasa pro-Palestina dan anti-Israel membersihkan perkemahan di kampus setelah mencapai kesepakatan dengan administrasi universitas Brown.

Baca Selengkapnya

USAID Kerja Sama dengan Unhas, ITB dan Binus

7 hari lalu

USAID Kerja Sama dengan Unhas, ITB dan Binus

Program USAID ini untuk mempertemukan pimpinan universitas, mitra industri, dan pejabat pemerintah

Baca Selengkapnya

Polisi Prancis Bubarkan Unjuk Rasa Pro-Palestina di Universitas Sciences Po

8 hari lalu

Polisi Prancis Bubarkan Unjuk Rasa Pro-Palestina di Universitas Sciences Po

Polisi Prancis membubarkan unjuk rasa pro-Palestina di Paris ketika protes-protes serupa sedang marak di Amerika Serikat.

Baca Selengkapnya

Mau Kuliah di Fakultas Hukum, Apa yang Sebaiknya Disiapkan?

10 hari lalu

Mau Kuliah di Fakultas Hukum, Apa yang Sebaiknya Disiapkan?

Berminat menjadi sarjana hukum, tentu saja harus kuliah di fakultas hukum. Berikut yang perlu disiapkan calon mahasiswa hukum.

Baca Selengkapnya

5 Kampus Kedokteran Terbaik di Indonesia Versi QS WUR by Subject 2024

18 hari lalu

5 Kampus Kedokteran Terbaik di Indonesia Versi QS WUR by Subject 2024

QS World University Rankings atau QS WUR by Subject 2024 kembali menghadirkan daftar kampus dengan jurusan kedokteran terbaik di Indonesia.

Baca Selengkapnya

10 Program Studi Paling Ketat SNBP 2024 dari Berbagai Universitas

23 hari lalu

10 Program Studi Paling Ketat SNBP 2024 dari Berbagai Universitas

Panitia Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) mengumumkan 10 program studi paling ketat dalam SNBP) 2024. Apa saja?

Baca Selengkapnya