TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Hukum dan HaK Asasi Manusia Denny Indrayana meminta Mahkamah Agung (MA) serius mengawal proses persidangan kasus Cebongan. Menurut Denny, peristiwa penyerbuan Lapas Cebongan itu merupakan kasus pembunuhan keji yang tidak boleh dibiarkan berjalan tanpa pengawasan. “Harus memastikan pelakunya melalui proses pembuktian yang fair dan mendapatkan hukuman yang setimpal,” ujar Denny dalam keterangan pers yang diterima oleh Tempo, Kamis, 11 Juli 2013.
Denny menyatakan selalu ada pemantau dalam sidang Cebongan. “Sekarang di sana selalu ada KY, LPSK, dan teman-teman LSM pemantau peradilan, termasuk rekan-rekan jurnalis, yang terus memantau jalannya persidangan,” kata Denny.
Pantauan kritis pada proses persidangan, lanjut dia, jangan dianggap sebagai intervensi. “Harusnya disikapi sebagai kontribusi agar pada akhirnya, keadilan betul-betul menang melalui putusan pengadilan Cebongan.”
Denny meminta dugaan adanya intimidasi kepada pada saksi maupun jurnalis peliput kasus Cebongan tidak didiamkan. “Kami justru ingin mendukung agar proses peradilan ini berjalan fair, tanpa intimidasi dan fokus pada masalah utamanya: pembunuhan keji dan berencana yang tidak dapat ditoleransi dengan alasan apapun,” kata Denny.
Sebelumnya, Jurnalis Kompas dan Tribun Yogyakarta mendapat tekanan dari pengacara terdakwa kasus Cebongan. Jurnalis kedua media itu mengaku mendapat tanggapan dari ketua tim pengacara, Kolonel Rochmad, yang tidak senang atas pemberitaan mereka yang menyudutkan terdakwa. Bahkan Koordinator Masyarakat Pemantau Media (MPM) Lukas Ispandriarno, mendapat ancaman serius kala memandu acara di sebuah stasiun radio.
Markas Besar TNI Angkatan Darat membantah adanya upaya menekan jurnalis yang meliput persidangan kasus Cebongan di Pengadilan Militer Yogyakarta. "Tidak benar itu, saya sudah cek," kata Kepala Dinas Penerangan Mabes Angkatan Darat, Brigadir Jenderal Rukman Ahmad saat dihubungi Tempo, Rabu, 10 Juli 2013.
Rukman mengaku telah menghubungi Kolonel Rochmad untuk meminta konfirmasi. Rukman menyebut Rochmad memang menghubungi jurnalis Kompas, namun tidak melakukan intimidasi. Rochmad, kata Rukman, justru balik menuding jurnalis Kompas yang keliru menulis berita. "Walhasil harian Kompas telah meralat berita keesokan harinya," katanya.
SUBKHAN
Berita Terpopuler Lainnya
Ini Alasan Kuba Terima Permintaan Suaka Snowden
Arab Saudi Penggal Kepala Pembunuh
Terpisah Benua, Anjing Ini Akhirnya Bertemu Tuannya
Venezuela Siapkan Suaka untuk Snowden
Ayesha Farooq, Pilot Perempuan Pertama di Pakistan