Seorang pedagang saat merapikan dagangannya di pasar Senen, Jakarta, Senin (2/7). TEMPO/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Kediri -- Di saat lonjakan harga bawang tak terjangkau, komoditas tersebut tiba-tiba lenyap di pasar grosir Kediri. Para pedagang mengaku tak lagi menerima kiriman bawang dari luar daerah sejak pagi hari ini.
Malik, salah seorang pedagang di Pasar Grosir Ngronggo, Kota Kediri, mengatakan, sejak pagi tadi, tidak satu pun armada pengangkut bawang putih yang masuk ke pasar. Ini memicu terhentinya distribusi bawang ke pasar tradisional maupun pengecer yang menjadi subordinat distribusi pasar grosir. "Hari ini tidak ada bawang sama sekali," kata Malik kepada Tempo, Senin, 11 Maret 2013.
Dia mengaku tidak tahu ihwal hilangnya komoditas ini. Hanya, sehari sebelumnya, terjadi kenaikan harga yang luar biasa hingga Rp 55 ribu per kilogram di tingkat pedagang grosir. Harga ini bisa mencapai Rp 60-70 ribu per kilogram di tangan pengecer.
Kenaikan harga ini, menurut Malik, sempat memicu protes dari para konsumen yang sebagian besar adalah pedagang eceran. Mereka mengaku tidak bisa menjual lagi kepada konsumen dengan harga yang lebih tinggi. Padahal, setiap hari, permintaan komoditas tersebut cukup tinggi untuk kebutuhan sehari-hari. Permintaan terbesar berasal dari pedagang makanan yang membutuhkan bawang dalam jumlah besar.
Purwanti, pedagang eceran yang juga produsen makanan jadi di Perumahan Persada Sayang Kediri, mengeluhkan hal ini. Akibat kenaikan harga yang terus terjadi, dia mengaku tidak enak dengan para pelanggannya. Apalagi hal ini harus memicu kenaikan harga jual makanan jadi yang dia produksi. "Mau menaikkan harga rasanya juga berat," katanya.
Sebagai pedagang, dia hanya berharap pasokan komoditas ini tidak berhenti. Meski dijual sangat mahal, masih ada masyarakat yang mampu menjangkau, seperti layaknya cabai beberapa waktu lalu. Pemerintah juga didesak bisa memantau perilaku pedagang yang kerap memanfaatkan situasi dengan menimbun bawang dan melepaskan dengan harga tinggi.