TEMPO.CO , Yogyakarta - Bencana yang terjadi di daerah cenderung dijadikan ajang bagi lembaga swadaya masyarakat (LSM) alias non government organization (NGO) untuk berebut dana bantuan dari donatur. Dewan Kehormatan Forum Pengurangan Risiko Bencana (PRB) DIY Eko Teguh Paripurno menilai sedikit NGO yang berupaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat untuk menghadapi bencana.
"Belum ada lembaga yang mengamati proses dan mengevaluasi penanganan bencana. Semua bekerja dalam sistem untuk mendapatkan kue," kata Eko dalam Kongres II Forum PRB DIY di gedung Univercity Center Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Rabu 30 Januari 2013.
Kecenderungan tersebut bisa dilihat saat NGO berbondong-bondong datang saat bencana telah terjadi. Saat itu, terjadi hiruk pikuk orang dan lembaga saling mengulurkan tangan untuk memberikan bantuan. "Padahal bencana juga terjadi saat berupa ancaman atau masih menunjukkan gejala," kata Eko.
Bahkan lembaga donor pun mempunyai kecenderungan untuk menentukan sendiri bantuan yang diberikan tanpa berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat. Intervensi tersebut mengakibatkan partisipasi masyarakat sebagai kekuatan lokal menjadi tidak diberdayakan.
"Jarang donatur menjadikan perencanaan pemerintah daerah untuk acuan program mereka," kata Eko.
Ketua Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan UGM Bambang Hudaya menambahkan, pemberdayaan partisipasi masyarakat dalam menghadapi bencana yang berangkat dari kebiasaan masyarakat sendiri telah terwujud di wilayah DIY dan Jawa Tengah. Dia mencontohkan, saat erupsi Merapi terjadi pada 2010 lalu, warga sekitar Merapi bergotong-royong secara swadaya untuk memperbaiki sarana air minum yang rusak. "Ternyata upaya swadaya itu telah biasa mereka lakukan. Termasuk membangun jalan," kata Bambang.
Masyarakat Boyolali, Jawa Tengah juga melakukan rekonstruksi rumah akibat terjangan erupsi Merapi melalui komunitas yang sudah dibangun secara swakelola. Begitu pula dengan masyarakat Balerante, kabupaten Klaten, Jawa Tengah menjadikan uang jatah hidup untuk membangun rumah secara gotong royong. "Nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat itu modal sosial untuk cepat bangkit dari krisis. Itu untuk mencapai kemandirian," kata Bambang.
Partisipasi masyarakat dalam menghadapi bencana, menurut Eko, bisa diwujudkan melalui peran pihak-pihak di luar masyarakat itu, terutama NGO. Pertama, melalui peran untuk mewujudkan ketangguhan komunitas dalam pengelolaan risiko bencana. Kedua, memastikan terwujudnya proses pengelolaan risiko bencana berbasis masyarakat yang lebih baik. Ketiga, memastikan terwujudnya partisipasi masyarakat dalam siklus program yang lebih baik. Keempat, memastikan akar masalah yang laten terjadi tidak menjadi ancaman atau menambah ancaman baru untuk mewujudkan kemandirian.
PITO AGUSTIN RUDIANA
Berita Populer:
Alasan BNN Masih Tahan Raffi dan Wanda
Raffi Ahmad Dapat Narkoba dari Kampung Ambon?
Gadis Seksi di Operasi Tangkap Tangan KPK
Acen Terancam 15 Tahun Penjara
KPK Tangkap Perantara Suap Politikus