TEMPO.CO, Bandar Lampung - Kekecewaan menggelayuti 25 bintara polisi berpangkat Ajun Komisaris Polisi di Lampung. Mereka berusia rata-rata di atas 50 tahun dan telah bertugas di tubuh Polri lebih dari 35 tahun.
“Kami diperlakukan sangat tidak adil oleh atasan. Hak kami untuk menjadi perwira dirampas,” kata Ajun Inspektur Satu Raden Joko Santoso, anggota polisi di Kepolisian Daerah Lampung, Jumat 14 Desember 2012.
Joko dan rekannya kecewa lantaran dinyatakan gagal dalam seleksi calon perwira melalui jalur sekolah alih golongan. Sekolah alih golongan itu merupakan salah satu syarat untuk menjadi perwira bagi bintara yang sudah berusia di atas 50 tahun.
Menurut Joko, 54 tahun, mereka gagal bukan lantaran hasil tes jeblok. Nilai bintara tua yang dinyatakan gagal justru di atas mereka yang dinyatakan lulus oleh Polda Lampung. “Kami merasa dirampok dan dikerjain oleh panitia seleksi. Kalau memang untuk sekolah harus mengeluarkan uang, jangan sembunyi-sembunyi,” ujarnya.
Joko menjelaskan, sekolah calon perwira jalur khusus itu memang ‘hadiah’ dari Kepala Polri melalui Surat Keputusan Nomor Skep/ 985/2004 tanggal 28 Desember 2004. Dalam surat keputusan itu, bintara yang berpangkat Aiptu dan berusia minimal 50 tahun harus ikut sekolah alih golongan. Sekolah selama satu bulan itu merupakan pengganti Sekolah Calon Perwira Reguler.
Pertengahan tahun lalu, 200 anggota bintara berpangkat Ajun Inspektur Satu mengikuti seleksi calon perwira di Sekolah Polisi Kemiling Bandar Lampung. Mereka mengikuti tes fisik, kesehatan, kejiwaan, ke-samapta-an hingga kode etik kepolisian. Hasilnya, 39 bintara dinyatakan lulus, 25 cadangan dan sisanya gagal, termasuk Joko. Padahal, kata dia, semua tahapan tes dilakukan secara transparan dan terbuka.
“Namun saat pengumuman di luar dugaan kami justru mereka yang nilainya di bawah kami yang dinyatakan lulus. Saat kami dikonfirmasi, mereka yang lulus karena bawa rekomendasi atasan,” kata Joko.
Dia dan kawannya mengendus ada permainan uang. Joko Santoso yang kini menjabat sebagai Kepala Seksi Umum Polsek Jabung Lampung Timur itu mengadu dan protes ke Presiden, Kepala Polri, Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Dewan Perwakilan Rakyat RI.