TEMPO.CO , Yogyakarta: Peringatan hari ulang tahun ke-60 Gusti Kanjeng Ratu Hemas, Permaisuri Raja Keraton Yogyakarta, ditandai dengan peluncuran buku berjudul GKR Hemas: Ratu di Hati Rakyat di Hotel Aston, Yogyakarta, kemarin. Buku setebal 268 halaman itu dibuat tim penulis dan staf pribadi GKR Hemas, Faraz Umaya. Buku itu mengisahkan perjalanan Tatiek Drajad, nama kecil Hemas, sebelum dan setelah menikah dengan Sultan Hamengku Buwono X.
Buku itu menampilkan komentar dari orang luar keraton dan pandangan dari anak-anak Hemas. Hadir sebagai pembicara dalam peluncuran itu, di antaranya, rohaniwan Katolik Romo G. Budi Subanar, Sukardi Rinakit, yang juga menulis kata pengantar, dan budayawan Bakdi Sumanto.
Sultan, dalam buku itu, menggambarkan permaisurinya, yang berasal dari kalangan luar keraton, sempat mengalami keterkejutan budaya. Misalnya, Hemas sering tak menengok saat dipanggil “Kanjeng Ratu” karena lupa sudah menyandang gelar itu.
Adik kandung Sultan, GBPH Joyokusumo, menilai Hemas bukan pembaharu budaya di Keraton Yogyakarta tapi pendobrak. Contohnya, saat prosesi pernikahan putri bungsunya, Hemas menjemput sendiri besan dan menantu. Padahal, sesuai dengan aturan di keraton, yang seharusnya menjemput adalah orang semacam bupati atau wali kota.
Bakdi Sumanto menyayangkan buku itu, sebagai biografi, tak menampilkan wawancara langsung dengan Hemas. “Wawancara yang mendalam akan membuat buku ini lebih mengungkap bagaimana sepak terjang Hemas selama ini,” kata dia.
Sedangkan Budi Subanar menilai buku ini kurang mengupas sebab-akibat yang membuat Hemas menjadi figur seperti sekarang. “Mungkin disebutkan Hemas muda, di buku ini, adalah orang yang suka kebut-kebutan di jalan, tapi tikungan hidup penting yang dilalui Hemas tidak terungkap,” kata dia. Buku ini, ujar Subanar, tiba-tiba menampilkan kerindangan pohon tapi tak diketahui akarnya.
Menurut Faraz Umaya, wawancara tetap dilakukan. Tapi, katanya, Hemas cenderung pasif untuk menghindari sikap narsis. “Penyusunannya dengan model mewawancarai teman terdekatnya, kemudian diklarifikasi ke GKR Hemas,” kata dia. Saat buku diluncurkan, Hemas mengaku belum tahu isi buku itu.
PRIBADI WICAKSONO
Berita Terkait:
Soal Pengukuhan, Sultan Tunggu UU Keistimewaan
Pengukuhan Sultan Hamengku Buwono X Bakal Molor
Pengukuhan Sultan Yogya Dikhawatirkan Molor
Yogyakarta Menolak Keistimewaan Sekadar Cek Kosong
DPR Belum Pasti Loloskan Dana Keistimewaan Yogya