TEMPO.CO, Yogyakarta- “Enggak ada yang asli, cuma susu Boyolali yang asli,” begitu kelakar Pujo Semedi Hargo Yuwono saat memberikan orasi kebudayaan pada pembukaan konferensi internasional mahasiswa pascasarjana, di University Center UGM, Selasa 30 Oktober 2012.
Dekan Fakultas Ilmu Budaya UGM itu, berkali-kali menyelingi orasi ilmiahnya tentang wawasan kebangsaan dan kearifan lokal. “Istilah kearifan lokal itu sesat pikir. Silakan dibantah, tapi saya antropolog, tahu situasi lapangan,” kata Pujo, yang menggantikan Wakil Menteri Pendidikan dan kebudayaan, Wiendu Nuryanti.
Dalam orasi itu, Pujo bermaksud membalik pandangan umum mengenai kearifan lokal. Menurut dia, salah paham mengenai kearifan lokal, muncul sejak orientalisme mengemuka menjadi paradigma ilmu sosial kolonial. “Orientalisme mendikotomikan barat rakus dan timur bersahaja, bergeser menjadi dikotomi kota dan desa,” ujar Pujo.
Pandangan itu, kata dia, menyebabkan banyak orang terjebak mitos kearifan lokal dan melupakan fakta, bahwa yang benar-benar lokal itu tidak pernah ada. Sebab globalisasi terjadi sejak masa awal sejarah manusia. Dia mencontohkan, gamelan tak hanya milik Jawa, tapi juga Thailand. “Tebu aslinya dari Papua. Tapi ribuan tahun lalu sudah ada di Mesir,” ujarnya.
Separuh isi orasi Pujo, banyak diselingi kalimat yang mengocok perut. Dia berulang kali menegaskan, cara pandang dikotomis pada budaya berisiko memicu analisis yang menyederhanakan masalah, dan mudah terjebak mitos. “Bisa memancing wawasan kebangsaan chauvinis, sehingga melupakan pelajaran baik dari bangsa lain,” kata dia.
Konferensi pada 30 hingga 31 Oktober itu, menghadirkan pembicara, di antaranya Amrih Widodo, pengajar Australian National University yang juga pakar budaya pop dan pernah melakukan studi mendalam tentang komunitas Sedulur Sikep atau Samin. Pembicara lainnya, antropolog UI Suraya Afiff, dan peneliti antropologi budaya Universitas Nasional Singapura Maribeth Erb.
Ketua Panitia, Budiawan, mengatakan pembahasan mengenai indigenous communities atau komunitas-komunitas lokal di Indonesia, terpilah dalam belasan tema. “Ada 59 paper akan dibahas pararel, di 19 pertemuan,” kata Budiawan.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM
Berita lain:
Status Hukum Calon Gubernur Jabar Belum Jelas
Mantan Pejabat Energi Akui Beri Upeti ke DPR
Adonara Bentrok Lagi, Bupati Flores Timur Pusing
Bupati Jember Usulkan Provinsi Jawa Timur Dipecah